JAKARTA, mataberita.co.id__ Gugatan terhadap Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bernomor 1021/2020 tertanggal 9 Oktober 2020. Yakni tentang izin pemanfaatan aset/tanah untuk pembangunan masjid At Tabayyun memasuki masa sidang keenam di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, pada Jumat (20/08/2021).
Dalam sidang kali ini, dihadirkan Rektor Universitas Ibnu Chaldun, Profesor Musni Umar, untuk menjadi saksi ahli. Tak lain memberikan pandangan dari sisi sosiologis terkait perkara pembangunan masjid At Tabayyun di Kompleks Taman Vila Meruya, Jakarta Barat itu. Musni Umar menjelaskan. Dari sisi sosiologis, pembangunan masjid memiliki arti penting bagi warga Taman Vila Meruya, Jakarta Barat. Karena sudah didambakan sejak 30 tahun lalu.
Menurut Musni, majelis hakim tidak boleh semata – mata berpatokan pada aspek hukum, tanpa memperhatikan aspek keadilan. Dia menyebut. Warga muslim Taman Vila Meruya sudah berjuang sangat lama. Lalu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah memberikan izin hingga patut diapresiasi. Karena ditujukan untuk menjaga kerukunan antar umat beragama.
“Pasal 29 ayat 1 UUD 45 Negara Indonesia dilandasi oleh Ketuhanan yang Maha Esa. Negara harus memberi pelayanan pada warganya untuk beribadah. Karena masalah ini juga merujuk pada masalah sosial. Terkait pendirian rumah ibadah, kalau izinnya lengkap, berikan. Kalau tidak akan jadi gejolak sosial,” ujar Musni Umar.
Dalam perkara ini, Musni Umar menilai keputusan Anies sudah tepat. Apalagi di kompleks Taman Vila Meruya juga sudah terdapat gereja yang representatif. Sehingga, menurutnya, jika keputusan Anies disebut sebagai pelanggaran tata ruang itu tidak tepat. Karena Gubernur sebagai penguasa bisa saja merubah peruntukan lahan tersebut.
“Tentu saja berdasar musyawarah. Pihak lain boleh mengajukan gugatan? Boleh. Serahkan pada hakim untuk memutuskan. Tapi keputusan yang melukai keadilan, sekali lagi akan menimbulkan gejolak,” tegas Musni. Dia pun meminta penggugat agar jangan mau menang sendiri dan berdalih atas gugatannya yang didalilkan terkait dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Lagi – lagi dia menyinggung soal keadilan.
“Keadilan itu apa? Beri sesuatu sesuai dengan proporsinya. Mereka dapat itu, ini dapat masjid. Prosesnya sudah dilalui. Jangan sampai masalah ini menimbulkan dampak sosial, karena dampak sosial bernuansa agama itu berbahaya,” pungkas Musni. Selain Musni Umar, PTUN menghadirkan saksi ahli dari pihak penggugat, Prof. Dr. Tatik Sujarmiati. Yang mana menjelaskan soal sah atau tidaknya sebuah keputusan pejabat berwenang dengan melihat tiga aspek.
Tataik menyebutkan. Aspek pertama adalah legalitas keputusan yang dikeluarkan pejabat, berwenang atau tidaknya memutuskan. Aspek kedua yaitu soal legalitas prosedur yang disebutkannya, ada tahapan sosialisasi dan sebagainya. Kemudian yang ketiga aspek legalitas substansi. Yang mana berbicara soal tujuan dari keputusan tersebut, dan obyek serta substansinya apa. “Kalau dari ketiganya ada yang cacat, maka legalitas keputusan itu patut dipertanyakan,” tandasnya yang menyebut jika ada yang merasa dirugikan bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Discussion about this post