JAKARTA, mataberita.co.id__ Terdakwa kasus penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) Interpol, yang juga Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte melaporkan. Tak lain Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang mengadili perkara itu. Dia melaporkan ke Komisi Yudisial atas dugaan pelanggaran kode etik perilaku hakim.
Pengacara Napoleon, Ahmad Yani mengatakan. Bahwa laporan tersebut sudah diregister sejak pekan lalu. Hakim diduga tidak melakukan serangkaian proses persidangan yang adil bagi kliennya. Salah satunya, persoalan terkait permintaan Napoleon untuk membuka rekaman berisi percakapan soal ‘King Maker’ kasus Djoko Tjandra.
“Kami laporkan menyangkut majelis hakim yang kami anggap melanggar kode etik dalam rangka menjaga harkat, martabat serta keluhuran pengadilan. Dan itu harus dijaga bersama,” kata Yani pada Selasa (31/08/2021). Menurutnya, ada tiga pokok permasalahan yang menjadi poin dalam laporan tersebut. Salah satunya adalah berkaitan dengan dugaan pengabaian hakim terhadap bukti rekaman suara yang hendak dibuka oleh Napoleon dalam persidangan.
KLIK JUGA : Wakil Ketua MPR Sorot Rencana Peniadaan Tunjungan Kinerja THR dan Gaji ke-13
Yani menuturkan. Kliennya memiliki rekaman suara perbincangan antara dirinya dengan terdakwa lain, Tommy Sumardi saat ditahan di Rutan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Menurutnya, ada proses dialog antara para terdakwa yang kemudian direkam Napoleon saat proses hukum itu bergulir di penyidikan kepolisian. Dalam perbincangan, terungkap mengenai grand design dari kasus penerimaan suap.
Yang mana hal tersebut melibatkan Jenderal Polisi dengan buronan terpidana hak tagih (Cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra. “Itu ingin dibuka di pengadilan itu. UU Tipikor mereka yang merasa didakwa. P:unya hak untuk melakukan pembelaan menyatakan dirinya tidak bersalah dengan melakukan pembuktian terbalik terbatas. Oleh karenanya, Pak Napoleon meminta untuk dibuka rekaman ini untuk didengarkan,” jelas Yani.
Namun demikian, kata Yani, pemutaran rekaman itu dan pemeriksaan Tommy Sumardi di muka persidangan tak diindahkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara tersebut. Padahal, Majelis Hakim sudah memerintahkan hal tersebut. Banyak tokoh – tokoh nasional penting di Indonesia yang terseret dalam rekaman tersebut. Namun dia tak dapat menjelaskan secara rinci mengenai konten rekaman tersebut saat diminta.
KLIK JUGA : Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko Polisikan Dua Peneliti ICW
Rekaman tersebut nantinya akan ditelaah oleh KY lebih lanjut. “(Rekaman) Bukti yang kuat sekali. Dan bahkan menyeret orang – orang yang lain,” ujar dia. Selain itu, Hakim juga dilaporkan. Karena dinilai membuat fakta lain sebagai bahan pertimbangannya untuk memvonis Napoleon dalam perkara tersebut. Hal itu tergambar dari penggunaan keterangan Tommy Sumardi.
Keterangan itu menyatakan. Bahwa Napoleon menerima suap. Padahal tidak dikuatkan dengan bukti – bukti pendukung lain dalam persidangan. Terpisah, Juru Bicara KY Miko Ginting mengatakan. Bahwa laporan tersebut telah diterima dan kini tengah ditelaah lebih lanjut oleh pihaknya. “Laporan sudah kami terima,” ucap dia.
Diketahui Napoleon tersangkut perkara yang melibatkan Djoko Tjandra. Dia menjadi tersangka bersama Mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo dan pengusaha Tommy Sumardi. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan hukuman terhadap Irjen Napoleon pidana empat tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.
Discussion about this post