JAKARTA, mataberita.co.id__ Kebakaran Lapas Kelas 1 Tangerang pada 8 September 2021 lalu menguak fakta berlebihnya jumlah narapidana yang menjalani hukuman di lapas tersebut.
Berdasarkan data dalam laman resmi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Lapas Kelas I Tangerang memiliki kapasitas tampung 600 orang. Namun, hingga bulan Agustus 2021, tercatat lapas dihuni 2.087 tahanan dan narapidana. Ini berarti ada kelebihan penghuni lapas hingga 248 persen.
Yang mana Lapas Kelas 1 Tangerang bukanlah satu-satunya lapas di Indonesia yang kelebihan penghuni. Membedah data di laman Ditjenpas tersebut, dari 526 UPT (Unit Pelayanan Teknis) Pemasyarakatan di 33 Kanwil (Kantor Wilayah) di Indonesia, sebanyak 76 persen (401 UPT) telah kelebihan kapasitas. Bahkan, 41 persen di antaranya (217 UPT) mengalami kelebihan kapasitas penghuni lebih dari 100 persen.
Dari 33 Kanwil, hanya tiga yang secara keseluruhan daerah pembinaannya tidak mencatatkan kelebihan penghuni dibanding kapasitas. Ketiga Kanwil itu adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, Gorontalo, dan Maluku Utara. Itu pun, bukan berarti sebarannya merata. Tetap ada lapas dan rutan di ketiga cakupan kanwil tersebut yang kelebihan penghuni dibanding daya tampungnya.
KLIK JUGA : KPK Tetapkan Bupati Banjarnegara Tersangka Dugaan Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa
Di seluruh daerah di Indonesia, kapasitas lapas dan rumah tahanan hanya 135.561 orang. Sementara, jumlah warga binaan per Agustus 2021 telah mencapai 266.514 orang. Itu artinya melebihi kapasitas hingga 97 persen.
Dari 401 UPT Pemasyarakatan di Indonesia yang kelebihan penghuni, 9 lapas di antaranya mengalami kelebihan penghuni paling besar, yaitu:
Lapas Kelas II A Bagan Siapi-Api, Riau
Kapasitas: 98
Total napi dan tahanan: 987
Kelebihan kapasitas: 907 persen
Lapas Kelas II B Bireuen, Aceh
Kapasitas: 65
Total napi dan tahanan: 476
Kelebihan kapasitas: 632 persen
Lapas Kelas II B Teluk Kuantan, Riau
Kapasitas: 53
Total tahanan dan napi: 388
Kelebihan kapasitas: 632 persen
Lapas Kelasi II B Idi, Aceh Timur
Kapasitas: 63
Total tahanan dan napi: 447
Kelebihan kapasitas: 610 persen
Lapas Kelas II A Banjarmasin, Kalimantan Selatan
Kapasitas: 366
Total tahanan dan napi: 2.304
Kelebihan kapasitas: 530 persen
Lapas Kelas II B Lhoksukon, Aceh Utara
Kapasitas: 70
Total tahann dan napi: 441
Kelebihan kapasitas: 530 persen
Lapas Kelas II Balikpapan, Kalimantan Timur
Kapasitas: 235
Total napi dan tahanan: 1.364
Kelebihan kapasitas: 480 persen
Lapas Kelas II B Kutacane, Aceh Tenggara
Kapasitas: 75
Total napi dan tahanan: 429
Kelebihan kapasitas: 472 persen
Lapas Kelas II B Tebing Tinggi Deli, Sumatera Utara
Kapasitas: 310
Total tahanan dan napi: 1.729
Kelebihan kapasitas: 458 persen
Ubah pola pemidanaan
Terkait kelebihan kapasitas pada lapas dan rutan, Pakar hukum pidana Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, menyarankan pemerintah agar menggunakan remisi dan pembebasan bersyarat untuk memperpendek masa pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana ringan.
“Misalnya, terhadap napi terkait narkotika, Informasi dan Transaksi Elektronik atau tindak pidana yang kurang serius seperti perkara kecelakaan lalu lintas. Negara bisa bicarakan dengan Kejagung dan MA untuk mengutamakan penggunaan sanksi denda terhadap less serious crime,” ujar Agustinus saat dihubungi, pada Kamis (09/09/2021).
KLIK JUGA : Tolak TWK, Novel Baswedan : Tunggu Sikap Presiden Jokowi
Agus juga menyarankan agar pemerintah melakukan perubahan pola pemidanaan penjara terhadap pelaku kasus penyalahgunaan narkotika. Pelaku atau pengguna narkotika seharusnya dikirimkan ke pusat rehabilitasi. “Kurangi secara besar-besaran mengirimkan pemakai narkotika ke lapas. Sebaliknya, perbanyak pusat-pusat rehabilitasi,” sebutnya.
Terkait dengan pembangunan pusat rehabilitasi, menurut Agus pemerintah mampu melibatkan pihak swasta untuk mempercepat prosesnya. Upaya lain yang juga bisa dilakukan pemerintah terkait masalah kapasitas yang terbatas yakni memindahkan narapidana ke lapas yang tingkat kepadatannya belum ekstrem.
Kelebihan jumlah penghuni, sebut Agustinus, dapat memengaruhi efektivitas pembinaan di lapas. “Dengan overcapacity, apakah pembinaan masih dapat dilakukan? Saya kira, hal tersebut menyebabkan kita kehilangan dasar pembenar untuk menempatkan kriminal pada lapas seperti itu,” tukasnya.
Discussion about this post