JAKARTA, mataberita.co.id__ Eks Penulis Pidato Presiden Yusril Ihza Mahendra dikritik oleh Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie. Kritikan dilontarkan mengenai etika Yusril yang menggugat atau Judicial Review (JR) AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA). Sementara Yusril merupakan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB). Dia menjelaskan. Partai politik (parpol) merupakan pilar utama dan saluran aspirasi rakyat. Yang mana dalam UUD 1945 juga menjadi peserta pemilu yang mengusung pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.
Parpol juga lembaga publik yang memiliki aturan internal yakni AD/ART partai. Apabila uji materi ini dikabulkan maka AD/ART partai lain bisa digugat. “Parpol pilar utama dan saluran daulat rakyat. Dan bahkan disebut tegas dalam UUD sebagai peserta pemilu dan usung capres. Statusnya juga lembaga publik (negara) dalam arti luas yang punya aturan internal AD sebagai pelaksana UU. Meski tidak disebut perundang – undangan, putusan JR bisa jadi inovasi baru,” ujar Jimly.
Jimly juga menerangkan bahwa kalau dikabulkan tentu parpol lain juga bisa melakukan itu. “Kalau dikabulkan, JR AD parpol lain juga bisa,” cuitnya di akunnya @JimlyAs pada Minggu (03/10/2021). Tapi, anggota DPD RI ini mengingatkan. Demi tegaknya hukum dan keadilan, maka etika bernegara juga harus beriringan. Meskipun UU tidak melarang secara eksplisit seorang advokat menjadi Ketum (Ketua Umum) partai, tetap sulit diterima dari sisi etika kepantasan. Apalagi menggugat AD/ART parpol lain.
KLIK JUGA : Menteri Sosial Risma Temui Keluarga Darah Nias Korban Longsor di Padang Pariaman
“Tapi perlu diingat juga tegaknya hukum dan keadilan harus seiring dengan tegaknya etika bernegara. Meski UU tidak explisit larang advokat jadi Ketum parpol, tapi etika kepantasan sulit terima. Apalagi mau persoalkan AD Parpol orang lain. Meski hukum selalu mesti tertulis, kepantasan dan baik buruk bisa cukup dengan sense of ethics,” tulis Jimly lagi. Namun demikian, parpol sebagai lembaga negara dalam artian yang luas yang diatur dalam konstitusi. Maka AD/ART parpol sebagai peraturan pelaksana atas delegasi UU, maka tidak boleh melanggar UU.
Pengadilan harus bisa menilainya dan itu tergantung hakimnya. “Parpol juga lembaga negara dalam arti luas, status dan perannya ada di UUD. Apalagi kalau jadi dibiayai APBN. Pasti jadi objek pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Maka AD parpol sebagai implementing regulation kewenangan ngatur atas delegasi UU. Tidak boleh langgar UU. Pengadilan harus bisa nilai hal ini. Tentu tergantung hakimnya,” tegas Jimly.
Jimly pun menegaskan bahwa lembaga publik sangat penting. “Lembaga negara dalam arti luas itu bisa disebut juga lembaga publik yang sangat penting. Sehingga harus diatur dalam UUD 45. Maka status parpol sekarang bukan lagi cuma bdn hukum privat yang biasa dipahami. Tapi juga badan hukum publik dengan tanggung jawab politik kenegaraan. Wewenangnya untuk ngatur materi AD juga ditentukan UU,” tandasnya.
Discussion about this post