JAKARTA, mataberita.co.id__ Segudang Pekerjaan Rumah (PR) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) atau Pemerintah Daerah (Pemda) Nias Selatan (Nisel) belum kunjung terselesaikan. Pasalnya banyak keluhan yang dirasa belum mendapatkan tanggapan berarti. Masih sekadar jawaban tidak pasti. Realisasinya masih jauh dari harapan dan angan. Meski belum lama, dikabarkan Kepala Daerahnya sudah menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, sebagian besar masyarakat belum melihat ada perubahan. Bahkan ada masalah yang semestinya sudah diselesaikan.
Permasalahan tersebut cukup banyak. Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang semestinya sudah menerima bantuan PKH (Program Keluarga Harapan) dari Kementerian Sosial (Kemensos) belum menerima. Yang mana alasannya adalah NIK KTP belum tervalidasi. Akan tetapi, anehnya, saat tahap pertama dan kedua mendapatkan. Ketika masuk ke tahapan berikutnya, NIK KTP belum tervalidasi. Ketika dikonfirmasi ke Dinas Sosial justru mendapat jawaban yang tidak memuaskan. Dipertanyakan fungsinya malah tidak tahu.
Lalu ada permasalahan lain seperti perbaikan jalan di Walo yang tersendat. Sementara jalan tersebut merupakan akses masyarakat untuk melewati sawah yang menjadi mata pencaharian. Belum selesai itu saja. Masih ada permasalahan seperti belum adanya PCR test ketika khususnya melakukan traveling. Dikarenakan belum ada spesialis yang mau datang ke Nias Selatan. Selanjutnya mesin E-KTP yang ada di tiap kecamatan alasannya rusak dari 2020 sehingga tidak bisa melakukan perekaman. Namun, belum juga diperbaiki atau dibeli untuk mesin yang baru.
KLIK JUGA : Kura – Kura dalam Perahu, Anies Pura – Pura Tidak Tahu? PDIP Terheran
Kemudian masalah berikutnya, informasi yang diberikan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) mengenai apa saja yang sudah dilakukan Kepala Daerah dan Wakilnya sebatas seremoni saja. Masih ada permasalahan lainnya. Yaitu pelaksanaan rapid test antigen dan vaksinasi Covid-19 belum merata. Padahal, dikabarkan sudah cair dana senilai Rp 8 miliar. Lantas ketika dikonfirmasi ke Dinas Kesehatan, jawabannya ada pengalihan alokasi anggaran dari rapid test antigen ke vaksinasi Covid-19. Sementara, informasi yang diterima bahwa untuk vaksinasi sudah ada dari dana hibah BPNP.
Pendamping Desa Timotius Dachi mengatakan pada Senin (11/10/2021). Bahwa belum cair untuk bantuan PKH karena NIK belum padan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dindukcapil). “Solusi antar ibunya ke Dindukcapil untuk dipadankan NIKnya,” ucapnya. Lantas Kepala Dindukcapil Deri Dohude tidak memberikan solusi berarti. Alasannya, mesin rusak dan gangguan jaringan. Sementara untuk permasalahan antigen, Kepala Dinas Kesehatan Heni Duha mengatakan. Bahwa dana yang cair itu alokasinya sudah berubah. Dari pengadaan rapid test antigen menjadi operasional pelaksanaan vaksinasi.
“Anggaran itu dari dana refocusing DAU (Dana Alokasi Umum). Diperuntukkan untuk pelaksanaan vaksinasi dan pemutusan mata rantai Covid-19. Antigen bertujuan untuk tracing supaya kita tahu perkembangan berapa jumlah yang terkonfirmasi dan menentukan kita berada di zona apa atau level berapa. Dan untuk vaksinasi, kita BKN yang melakukan vaksin to kementerian. Anggaran itu untuk mendukung vaksinasi,” ujar Heni Duha. Lalu mataberita.co.id mencoba konfirmasi lanjut mengenai prosentase pelaksanaan vaksinasi. Namun tidak mendapat jawaban apapun.
Oleh karena itu, tidak sedikit masyarakat berteriak. Adapun beberapa tokoh masyarakat Kepulauan Nias (Kepni) angkat bicara. Martin Luther Dachi menyampaikan. Bahwa kinerja Bupati yang notabene Hilarius Duha dan Wakilnya Firman Giawa belum terlihat nyata. “Kalau kita sih. Soalnya kita ini termasuk pendukung daripada pak Bupati dan pak Wakil Bupati pada tahun 2020. Kalau kita lihat, ya kinerjanya belum nampak, belum ada kelihatan berpihak kepada masyarakat. Terutama yang kita lihat dijalan itu kan memang perlu perhatian khusus disitu. Karena kan sawah itu bisa kita katakan, satu – satunya mata pencaharian masyarakat kan. Tapi mungkin ada komitmen antara masyarakat ya boleh – boleh saja. Cuma maunya kepentingan masyarakat juga ya diutamakan dong. Sama seperti yang tadi juga. Mesin cetak ktp saja sampai sekarang kita tidak ada kan,” ungkapnya.
“Memang kita ini perlu menilai – nilai. Bukan menilai secara pribadi. Tapi kan seperti mesin cetak itu lebih khususnya kan untuk kepentingan masyarakat. Masyarakat kan mengurus KTP. Tapi kalau hanya itu saja, aduh. Kasihan kali lah Nias Selatan ini. Rekan pemuda tidak usah segan – segan menyampaikan. Memang itu nyatanya kan. Kita sebagai tokoh ya tidak tolerir juga seperti itu. Secara pribadi, mungkin ya kita sudah punya KTP. Tapi ya kan yang belum, mau mengurus karena ada keperluannya bagaimana? Alasannya mesin lah rusak lah. Memangnya tidak ada lagi uang daerah. Itu alasan saja. Kalau mesin rusak, kenapa tidak diperbaiki? Kalau memang tidak bisa diperbaiki, kenapa tidak dibeli?” lanjut Luther Dachi.
Mantan Wakil Kapolres Nias Selatan itu juga mengatakan. Bahwa perlu adanya terobosan. “Kita monitor – monitor saja ini. Tapi ya memang harus perlu kita lakukan upaya terobosan. Paling tidaknya, mereka itu kita ingatkan. Pemimpin itu harus mau dikritik untuk kebaikan. Tapi entah didengarkan atau tidak. Coba contoh seperti Jokowi. Dia mendengarkan. Dia turun ke lapangan segala macam. Kalau ada sarana prasarana yang tidak ada itu harus diadakan. Itu kepentingan masyarakat, wajib hukumnya. Kalau memang sebagai pimpinan memikirkan masyarakatnya,” tuturnya.
“Kalau memang tidak memikirkan masyarakatnya, ya terserah saja lah, yang penting pribadiku dulu. Kemana uang Covid-19? Kalau saya lihat perkembangan Covid-19 ini kan kita baca. Ada tempat isolasi khusus yang dibiayai atau yang telah diberikan Pemerintah. Mulai dari pemeriksaan saja, kemudian isolasi sampai sembuh. Itu kan ada biayanya dari pemerintah. Nah, kita di Nias kan tidak ada, Nias Selatan, tempat isolasi khusus mana? Berapa data reaktif Covid-19 ini mana? Harusnya kan kalau memang anggaran ada kan jelaskan kepada kita sekarang. Berapa yang masyarakat terpapar Covid-19? Berapa biaya yang diberikan? Kalau ada yang reaktif kan isolasi dirumah masing – masing,” tambah tokoh masyarakat tersebut.
KLIK JUGA : Dinkes Kota Lhokseumawe Belum Bayar Insentif Nakes dan Vaksinator Covid-19
Pensiunan Kepolisian itu juga mempertanyakan akan anggaran tersebut. “Padahal pemerintah menganjurkan dan menyediakan anggaran untuk tempat khusus. Anggaran itu dikemanakan? Itu pertanyaannya sekarang. Apa upaya – upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan untuk meredam Covid-19 ini di Kabupaten Nias Selatan khususnya? Kemarin kalau saya baca, Pak Jokowi kan memerintahkan kepada seluruh Kepala Daerah yang ada di Kepulauan Nias ini untuk kemajuan. Sekarang pelaksanaannya bagaimana, ada apa tidak? Covid-19 ini harusnya ada perhatian khusus. Termasuk lah bansos – bansos itu kan tidak beres itu,” ujarnya.
“Yang tidak seharusnya menerima ya menerima gitu. Sistem kekeluargaan kalau saya lihat. Karena mungkin tidak ada pengawasan. Pengawasan itu perlu, penting lah. Kalau tidak ada pengawasan, ya leluasa lah, enak – enak. Mudah – mudahan, harapan saya, Nias Selatan ini bisa berubah lah. Ada kemajuan lah, jangan hanya gini – gini saja terus. Malu kita. Hanya masalah mesin cetak KTP saja tidak ada, hanya masalah pasar saja tidak bisa diatur. Lucu. Sebenarnya tinggal koordinasi saja dengan instansi terkait Kepolisian, Satpol PP ada. Lihat saja tiap sore di pasar itu aduh, jorok kali pun. Kalau tidak mampu, ganti, harus tegas,” tukas Martin Luther Dachi.
Sementara Barugamuri Dachi menuturkan. Bahwa bisa dilihat terlebih dahulu official media yang mengupdate kinerja Pemerintah Kabupaten Nias Selatan. “Saya lihatnya kalau dibilang diam – diam saja mungkin karena tidak dipublikasikan secara intens. Media yang mempublikasikan secara resmi kegiatan pemerintahan daerah yang sekarang ini saya lihat ada di facebook, Pemkab Nias Selatan. Ini kan sebenarnya official. Apakah itu sudah memadai atau tidak ya sebenarnya itu hanya seremoni – seremoni saja. Apakah itu sudah cukup? Ya pasti kalau kita yang berharap lebih gesit, itu menganggapnya belum cukup. Tapi kalau kita tanya lagi, misal ke bupati, kenapa hanya seperti itu. Kita lihat juga psikologinya,” ucapnya.
“Kita tidak bisa pungkiri. Bahwa Pilkada yang kemarin itu menyedot banyak hal, energi termasuk juga timingnya. Bayangkan saja. Mereka dikasih jabatan 5 lima tahun, tapi efektifnya hanya 3 tahun. Secara psikologi saja, hitung – hitungan kan sekarang. Dilihat sisi positifnya, kalau hanya memikirkan argument ini, pekerjaan saya tidak selesai – selesai. Saya cuma punya waktu 3 tahun. Kalau saya misalnya menjebak diri saya didalam diskusi – diskusi tanpa kerja gitu rasanya itu juga terlalu tidak bijak. Kalau dilihat sisi negatifnya, ya kan dibilang ini tinggal 3 tahun. Dua hal ini karena tidak terungkap secara gamblang, akhirnya ada yang pro dan ada yang kontra,” lanjut Barugamuri Dachi.
Menurut pria yang puluhan tahun bergelut di akuntasi, audit dan konsultan manajemen ini bukan maksud membela. Namun, dia mengajak agar bisa memahami situasi kondisi sekeliling Bupati dan Wakilnya. “Tetapi saya melihatnya, bukan membela dia. Sumber Daya Manusia dalam hal berkomunikasi, dalam menyampaikan yang sudah diarahkan kepada public di Nias Selatan itu masih kurang. Tidak mungkin langsung Bupati yang ngomong. Kan ada humasnya. Sekarang bagaimana kualitas humasnya itu? Bagian humasnya misalnya Kominfo. Kominfo itu sekarang kinerjanya seperti apa? Sebenarnya itu kan yang harus disorot dulu. Kalau semuanya bupati yang susah. Ini kan birokrasi,” lanjutnya.
“Menurut perspektif masyarakat penting, tapi belum tentu menurut Bupati kan. Kan kita juga harus menghargai itu. Karena belum tersistematis semua. Gregetan kan jadinya. Kita kan bisa jadi salah – salah ngomong. Bisa tendensius, bisa feedback ke kita, harus bijak juga kan. Kaya tadi bansos, misalnya belum sampai kesini atau misal sudah disunat sana sini ya kan tapi bisa dibuktikan. Sementara kita sudah menyampaikan kata – kata ini itu kan bagaimana? Bupati dan Wakil Bupati tidak bisa langsung intervensi. Birokrasi ini kan susah. Disini tidak bisa seperti dulu gaya Ahok. Punya cara sendiri dalam memimpin,” tambah Barugamuri Dachi.
Pria yang aktif di HIPPI dan GAPNINDO itu pula mengungkapkan bahwa dia tidak bisa menganalisa hanya dari luarnya saja. “Memang yang menerima akibatnya masyarakat kemudian. Tapi masalahnya masyarakat yang mana? Balik ke politik lagi. Namun tetap saja bupati akan segmentasi. Selain segmentasi, dia bilang skala priority. Skala prioritas lagi dia bagi lagi, 2 3 4 5. Makanya memang kalau saya sih ya dalam pendekatan saya sendiri, saya tidak punya informasi valid secara analisa SWOT, mana kelebihan mana kekurangan, saya tahu dari luarnya saja, saya tidak mau frontal. Tapi saya mau masuk didalam. Supaya saya tahu,” ucapnya.
“Kita jangan sampai memberikan ketidaknyamanan, ancaman. LSM harus diperkuat. LSM disini sudah pada masuk angin. Karena kalau berjuang sendiri, itu ada kejadian Brigjen di Manado dipecat. Apalagi kalau kita orang biasa. Ini realistis saja. Tapi kalau lembaganya, LSM yang kuat ya bisa kan masuk tahapan birokrasi. Harapannya, next leader yang harus disiapkan dari sekarang. Secara nasional saja sudah ramai Ganjar, Anies, Ridwan Kamil, AHY, Prabowo,” ungkap Barugamuri. Dia juga mengungkapkan bahwa permasalahan PCR test itu karena kendala tidak ada Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga kesehatan (nakes) spesialis tak mau datang ke Nias Selatan.
“Kalau untuk antigen itu tidak perlu tenaga ahli. Kalau PCR harus ada spesialisnya. Di Nias itu kan belum ada. Karena sudah dipakai di Jawa, sehingga kalau PCR dibawa ke Sibolga atau Medan. Ini yang memang kan bisa mengganggu traveling. Tapi tidak melulu itu salah Pemda. Pemda sudah request kepada Kementerian Kesehatan dan organisasi kesehatan. Kalau spesialisnya tidak mau kesini bagaimana? Bayarannya cocok atau tidak? Terus mau dipaksa? Tapi informasi ini tidak sampai ke publik kan? Belum tentu juga orang percaya. Saya sudah tanyakan ke Kepala Dinas Kesehatan,” tandasnya.
Senada Marinus Gea yang merupakan Ketua Umum HIMNI (Himpunan Masyarakat Nias Indonesia) sekaligus Anggota Legislatif menerangkan. Bahwa setiap permasalahan tentu bisa diselesaikan. Termasuk permasalahan yang ada di Nias Selatan. Terutama jika ada inisiatif kebijakan dari Kepala Daerahnya. Baik itu untuk kendala mesin E-KTP rusak, antigen, PCR test, vaksinasi, internet dan sebagainya. “Peraturan tentang E-KTP itu kayanya ada surat edaran baru. Pemusatan untuk perekaman data, pemotretan dan lain sebagainya dipusatkan di Dindukcapil. Di tingkat Kepala Desa, Kecamatan itu hanya sebagai pengantar bahwa penduduk yang bersangkutan adalah benar warga dari daerah yang dimaksud,” tuturnya.
“Lalu kemudian kalau didaerah seperti Nias Selatan, luasan wilayah jauh, saya kira itu menjadi kebijakan politik dari Pimpinan Daerah. Dan kebijakan itu, dia akan melakukan bersama DPRD yang ada disana sebagai lembaga pengawas Pemerintahan Daerah. Itu kan akan ada penggunaan APBD untuk kebijakan politik yang akan diambil oleh Bupati. Ini internet jadi persoalan juga. Karena memang harus memahami ya. Bahwa di daerah Nias Selatan, perekaman KTP sekarang itu kan harus online. Dipastikan kalau daerah – daerah pinggir, mungkin saja belum terjangkau internetnya. Kita kan belum punya data pasti mana saja daerah yang sudah terjangkau internetnya,” tambah Marinus Gea.
Pria berdarah Nias ini juga mengatakan agar bisa termonitor dengan baik setiap wilayah disana untuk akses internet. “Jangan – jangan hanya di daerah Teluk Dalam saja atau jangan – jangan jaringan yang sudah termonitor itu hanya di daerah pinggiran jalan besar, jalur nasional dari Nias Selatan. Terus, tidak hanya dibutuhkan sinyal kuat juga di kampung – kampung itu. Sehingga pasti ada kendala sistem. Kalau berkeluh kesah juga kan terlebih birokrasi ini tidak semudah kita memberikan kecepatan pengambilan keputusan seperti swasta atau diluar pemerintahan. Karena didalam birokrasi sendiri ada aturan main,” jelasnya.
“Ada mekanisme yang tidak boleh mereka langgar. Kalau itu dilanggar bukan menjadi baik. Tetapi mereka menjadi pelanggar hukum. Dan itu mereka dikenakan sanksi sebagai penyelenggara pemerintahan. Hal lain sebenarnya tinggal bagaimana kelihaian dari seorang Pimpinan Daerah. Menyiasati penggunaan anggaran. Harapan saya, pemerintahan di Nias Selatan semakin baik, semakin bisa melayani rakyat dengan baik. Sehingga apa yang menjadi harapan masyarakat dan kebutuhan – kebutuhan masyarakat dalam roda pemerintahan yang dipimpin oleh Kepala Daerah bisa diterima dari penyelenggara pemerintahan daerah,” akhiri Anggota Legislatif tersebut.
Harapan pula diungkapkan oleh Matano Laia yang sering disapa Ama Beltran selaku Ketua Umum Parhi, Wakil Ketua Umum Himto’ene dan Wakil Sekretaris Umum Forum Nias Selatan (FORNISEL). Dia berharap agar adanya perubahan lebih baik untuk Nias Selatan. “Semua masyarakat berharap agar pelayanan publiknya ditingkatkan lagi. Ap lagi dalam kepengurusan dokumen pribadi seperti E-KTP dan lain – lain. Dan nomor NIK itu bisa terintegrasi dengan pusat secara sistem. Sehingga masyarakat tidak berkendala di kemudian hari untuk mengambil hak – haknya di Kementerian Sosial secara online,” ucapnya.
Begitu pula Pemuda Nias Selatan sekaligus Direktur Utama mataberita.co.id Martin Buulolo mengungkapkan. Bahwa besar harapan untuk khususnya ke Pemerintah Kabupaten Nias Selatan. “Saya mengharapkan kepada Pemerintah Daerah Nias Selatan dan jajaran agar bisa memperhatikan masyarakat yang memang benar – benar membutuhkan. Pemerintah itu fungsinya melayani, bukan dilayani. Didalam pemerintahan dan birokrasi, ada pimpinan. Seorang pimpinan haruslah bisa tegas dan bijak. Termasuk melakukan pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan. Ketika dihubungi oleh masyarakat, harus peka. Tidak hanya memberikan jawaban basa basi berupa ya, ok, sip dan jempol saja. Setidaknya lakukan realisasi yang nyata. Kemudian bisa menanggapi dengan baik. Sebab sebelum terpilih sebagai pejabat publik, bisa menyapa dan menanyakan kabar. Setelah terpilih, hanya membaca tanpa membalas atau memberi balasan basa basi,” tandasnya. (Ayu Yulia Yang)
Discussion about this post