JAKARTA, mataberita.co.id__ Kepala Daerah dan Dinas di Kabupaten Nias Selatan perlu aktif menangani permasalahan kependudukan secara holistik terintegrasi. Kepala Daerah disini adalah Bupati dan Wakilnya yakni Hilarius Duha dan Firman Giawa untuk di Nias Selatan. Pasalnya permasalahan kependudukan ini sudah cukup lama berlangsung yaitu dari tahun 2020 silam. Namun, hingga kini masih saja terjadi. Seperti mesin cetak Kartu Tanda Penduduk (KTP) rusak, banyak data kependudukan yang belum padan, penduduk belum mendapatkan NIK (Nomor Induk Kependudukan) dan bantuan sosial tunai tidak terealisasi keseluruhan.
Saking gregetnya akan situasi kondisi yang ada di Kabupaten Nias, sebagai pemuda yang berdarah Nias dan terlahir di Nias Selatan, Disiplin F. Manao angkat suara. Yang mana dia juga merupakan Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Forum Nias Selatan (Fornisel), Dewan Penasehat HIMNI (Himpunan Masyarakat Nias Indonesia) dan Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta. Dia pun mengatakan pada Senin (18/10/2021) di kantornya. Bahwa permasalahan kependudukan di Nias Selatan bukanlah hal baru lagi. Pasalnya itu sudah masalah usang yang tak kunjung terselesaikan. Titik temu penyelesaian masalah pun tak kunjung nampak.
“Jadi memang persoalan – persoalan real di daerah itu termasuk Nias Selatan itu complicated. Banyak amat. Dan cenderung, menurut saya itu ruwet. Karena apa? Menjadi ruwet karena penanganannya tidak dilakukan secara holistik, terintegrasi. Misalnya soal bantuan sosial tunai dalam rangka penanganan Covid-19. Ini kan tidak bisa berdiri sendiri. Dinas Sosial yang berkutak untuk itu. Tetapi terkait dengan Dukcapil Nias Selatan. Jadi sejauh mana data kependudukan itu sudah dikerjakan, sudah dilakukan dengan betul – betul cermat. Saya tidak suudzon bahwa Dinas Dukcapil di Nias Selatan itu tidak bekerja. Boleh jadi sudah bekerja,” ungkap Manao.
KLIK JUGA : Menkumham Yasonna Laoly Sabet Juara 1 Menembak, Lewatkan Gowes Lepas Timnas
Ketua MPO Fornisel itu juga menjelaskan bahwa permasalahan ini harus diselesaikan secara responsif dan progress. “Tetapi akurasi datanya itu belum dikerjakan dengan sungguh – sungguh. Belum lagi, saya memang mengikuti juga beberapa hari ini. Kalau katanya, mesin cetak kartu itu rusak. Ya ampun, temukan masalahnya. Selesaikan secara responsif dan progress. Jangan tambal sulam. Jadi, menurut saya, semua stakeholder itu aktif diberdayakan. Bukankah itu di setiap desa, sebagai Kepala Desa itu adalah perwakilan pemerintahan di desa. Maka ini benar – benar diberdayakan. Aparat desanya untuk menghimpun data kependudukan itu supaya valid,” jelasnya.
“Nah, saya mau katakan begini. Data kependudukan di Nias Selatan itu tidak saja yang menjadi sasaran adalah orang – orang yang tinggal di Nias Selatan. Tapi jangan lupa, begitu banyak orang – orang Nias Selatan itu merantau di beberapa provinsi di Sumatera Utara, termasuk di Sumatera Utara. Mereka ini tidak mendapatkan hak – hak mereka. Karena apa? Tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk. Tidak ada data NIK (Nomor Induk Kependudukan). Jadi supaya kita ini tidak kehilangan mendapatkan bantuan dari negara. Dimana negara sudah sungguh – sungguh menyediakannya. Maka ini data kependudukan harus akurat,” tambah Hakim Tinggi PTTUN Jakarta itu.
Dewan Penasehat HIMNI tersebut juga mengatakan. Bahwa Dukcapil itu harus melakukan penyelesaian masalah dengan sungguh – sungguh. “Bagian dari pembangunan di Nias itu jangan asal, apalagi setengah – setengah. Ada pepatah Nias itu manano (asal). Makan sih makan tapi gizinya tidak ada. Cara makannya tidak benar. Demikian juga ini soal data kependudukan. Lalu saya malah berpikir begini. Boro – boro ya kita menangani penduduk Nias yang merantau di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Terutama di Sumatera, di daerah Jambi, daerah Kepulauan Riau, Padang itu banyak sekali orang Nias. Karena mereka tidak mendapatkan fasilitas kesehatan, fasilitas bantuan sosial. Karena apa? Tidak punya data kependudukan. Nah, jangankan yang diluar Nias, yang didalam lingkungan Nias Selatan saja itu banyak belum terdata,” ungkapnya.
KLIK JUGA : Sejarah! Pecundangi China, Indonesia Juara Thomas Cup 2020
“Ini ada kakak sepupu saya, sebelum Covid itu dia ke Jakarta. Mau pulang ke Nias, karena tidak punya KTP, tidak bisa pulang. Mau naik pesawat harus ada KTP. Mau naik apa? Darat? Juga akan diperiksa di penyebrangan ketika dia sudah vaksinasi atau tidak, kan harus data KTP. Nah, sampai hari ini dia tidak bisa divaksinasi, dia tidak bisa naik pesawat. Itu kenapa? Karena data kependudukan yang memang belum dilakukan dengan benar. Nah, peranan organisasi baik HIMNI sebagai Himpunan Masyarakat Nias secara keseluruhan, istilah saya itu mendunia maupun Fornisel sebagai Forum Nias Selatan ini bisa menjadi mitra kerja dari pemerintah untuk mengingatkan, membantu,” lanjut Disiplin F. Manao.
Pria berdarah Nias ini pun menekankan bahwa perlunya keterbukaan kepada publik terkait permasalahan kependudukan yang terjadi di Nias Selatan. Jangan ada lagi diam seribu bahasa. Jangan ada lagi seolah tak ada permasalahan. Padahal permasalahan terbilang rumit. Tentunya bsia menjadikan Fornisel, HIMNI, LSM dan pers untuk menjadi mitra kerja. “Kalau perlu, Fornisel atau HIMNI memfasilitasi apa yang bisa kita kerjakan. Artinya perlu ada dialog terbuka antara organisasi kemasyarakatan Nias. Apa itu HIMNI, apa itu Fornisel atau ada LSM lain juga pers tidak ada salahnya buka dialog. Harus ada kejujuran diantara kita, ada keterbukaan diantara kita. Jangan ada dusta diantara kita,” tegasnya.
“Kalau memang Pemda mendapat kesulitan dalam mendata penduduknya. Mungkin kita perlu membuka dialog. Apa yang bisa kita kerjakan. Teknologi sekarang sudah luar biasa canggihnya. Masa’ di zaman teknologi yang sudah digital, ya ampun, Nias Selatan khususnya masih saja katanya rusak cetaknya. Ya beli yang baru. Dan kalau beli yang sekalian barang yang memang punya kualitas. Jadi sekali membeli tapi itu untuk bisa jangka panjang. Jangan asal beli barang tapi besok rusak, perbaiki, beli lagi, rusak lagi, perbaiki lagi. Jadi berkutak kepada persoalan yang sebetulnya tidak perlu terjadi. Ini terkait, terintegrasi dengan bantuan tadi,” imbuh pria ganteng berkacamata ini.
Pria bergelar lulusan hukum ini juga jangan ada lagi alasan klasik yang mudah terucap. Bahkan seolah acuh tak acuh akan perbaikan dan perubahan. “Ya memang kasihan juga Dinas Sosial di Nias Selatan itu jadi bulan – bulanan. Padahal sebetulnya kalau data dari Dukcapil betul bagus, valid maka tinggal Dinas Sosial menggunakan data itu. Apa susahnya, saya bilang. Lalu, jangan like or dislike, ya bersikap adil bagi kepada yang berhak. Kan memang aneh juga. Waktu tahap pertama dapat, tahap kedua dapat, begitu tahap berikutnya tidak dapat. Alasannya apa? Katanya data kependudukannya masih divaliditasi. Ya hari gini,” jelasnya.
“Mestinya bukan berkurang apalagi hilang kenikmatan kesejahteraan yang diterima oleh penduduk itu. Tapi makin hari makin bagus, makin lengkap, makin memenuhi. Bukan malah hilang. Alasannya sangat sederhana, ‘rusak’. Ya segera diperbaiki, responsif. Cari solusinya segera. Sesungguhnya ada hukum yang tertinggi yaitu selain keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi, pelayanan publik prima itu menjadi gaya kehidupan modern. Jadi ada kaitannya. Tentu saja ini semua tergantung bagaimana sikap, bagaimana komitmen seorang Kepala Daerah? Dalam hal ini tentu semua tergantung kepada Bupati. Ini bagaimana keputusan – keputusan strategis untuk melakukan pelayanan publik prima di Nias Selatan,” tandas pria kelahiran Nias Selatan.
Sementara, dikonfirmasi ke Wakil Bupati Nias Selatan Firman Giawa, pihaknya mencoba untuk menelusuri permasalahan data kependudukan. Adapun laporan yang diterima olehnya dan disampaikan ke mataberita.co.id. Bahwa pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dindukcapil) telah melakukan penyempurnaan data. Seperti data atas nama Fatina Gulo yang memiliki NIK ganda yang berbeda untuk DTKS dan KTPel. “Dengan pembetulan ini, kita berharap pihak Dinas Sosial bisa menginput NIK yang benar dari Ibu Fatina Gulo. Terima kasih dan salam sehat,” jelasnya. Ini memang belum menjawab semua permasalahan yang terjadi. Setidaknya ada sedikit harapan akan penyelesaian satu persatu permasalahan.
Discussion about this post