SINGAPURA, mataberita.co.id__ Singapura terancam gelap gulita dan krisis energi. Lantaran kesulitan pasokan gas di tengah lonjakan permintaan dan harga gas global. Terlebih sempat adanya gangguan impor gas dari Indonesia yang menjadi salah satu biang keroknya. Sejumlah perusahaan penyedia listrik di negara tetangga Indonesia itu kini bertumbangan. Sementara, pasokan gas alam ke Singapura dari Tanah Air Indonesia belum sepenuhnya pulih sejak mengalami gangguan pada Juli. Nasibnya kini ada di tangan Indonesia.
Pada Kamis (21/10/2021), Energy Market Authority (EMA) menyatakan. Gangguan pasokan gas di Indonesia telah berkontribusi pada lonjakan harga listrik. Sementara, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman mengatakan. Singapura memang sangat tergantung dengan pasokan gas dari Indonesia melalui pipa. Setidaknya ada tiga kontrak ekspor gas Tanah Air ke negara tetangga itu dengan pasokan minimal sekitar 700 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Berdasarkan data BP Statistical Review 2021, konsumsi gas alam Singapura pada 2020 sekitar 1,22 miliar kaki kubik per hari (BCFD). Itu artinya hampir 60% pasokan gasnya berasal dari Indonesia. “Singapura sangat tergantung dengan pasokan gas dari Indonesia. Yakni gas dari Natuna dan Grissik Sumsel, semua dengan sistem pipa,” kata Yusri pada Kamis (21/10/2021). Dia pun menjelaskan. Singapura relatif sulit mencari pengganti pemasok gas pipa selain dari Indonesia.
KLIK JUGA : Ketua DPR Puan Maharani Heran, Pemerintah Tetapkan PCR Negatif Jadi Syarat Naik Pesawat
Bisa saja menggantinya dengan bentuk gas alam cair (LNG). Akan tetapi, itu harganya lebih mahal. “Singapura bisa saja cari pemasok dari negara lain dengan bentuk LNG. Tetapi beli gas dengan sistem pipa jauh lebih murah. Sehingga tetap saja Singapura membeli gas dari Indonesia melalui pipa menjadi prioritas utama mereka,” terang Yusri. Hal yang sama juga dikatakan oleh Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan.
Apabila dalam kondisi terdesak, bisa saja Singapura mencari pemasok lain dan mengesampingkan harga yang lebih mahal. “Singapura jika dalam kondisi terdesak mereka akan membeli LNG dari pasar spot. Mengingat mereka memiliki fasilitas regasifikasi disana. Memang mereka pasti terkendala dengan harga. Dimana harga LNG di pasar spot saat ini cukup tinggi jika dibandingkan mereka membeli gas dari Indonesia,” jelas Mamit.
Meski begitu, hal itu dinilai tidak akan mengancam posisi Indonesia sebagai pemasok terbesar ke Singapura. Hal itu pasalnya kontrak gas yang telah disepakati kedua negara itu cukup panjang. “Sampai sejauh ini, saya kira, kontrak kita masih cukup panjang dengan Singapura. Seperti kontrak ke GSPL (Gas Supply Pte Ltd) yang akan berakhir 2023. Kontrak ke SembGas (SembCorp Gas) yang akan berakhir 2028. Jadi saya kira, kontrak kita cukup aman,” tandas Mamit.
Discussion about this post