JAKARTA, mataberita.co.id__ Kabar berhembus, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir disebut – sebut dibalik mafia tes Polymerase Chain Reaction (PCR) Covid-19. Keduanya menjadi perbincangan bahwa terlibat dalam bisnis tes PCR Covid-19. Bahkan disebut memiliki kaitan bisnis hingga memiliki saham di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
Jodi Mahardi, Juru Bicara Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) pun angkat bicara. Dia menjelaskan. Awal mula adanya bisnis alat test Covid-19 ini. Terkait GSI ini, pada awalnya Menko Luhut diajak oleh teman – teman dari Grup Indika. Yakni Adaro dan Northstar yang memiliki inisiatif untuk membantu menyediakan test Covid-19 dengan kapasitas test yang besar. Karena hal ini dulu dianggap menjadi kendala pada masa-masa awal pandemi.
“Jadi total kalau tidak salah ada 9 pemegang saham disitu. Yayasan dari Indika dan Adaro adalah pemegang saham mayoritas di GSI ini. Kalau dilihat grup-grup itu kan mereka grup besar yang bisnisnya sudah well established dan sangat kuat di bidang energi. Jadi GSI ini tujuannya bukan untuk mencari profit bagi para pemegang saham. Sesuai namanya GSI ini Genomik Solidaritas Indonesia. Memang ini adalah kewirausahaan sosial,” ungkap Jodi pada Selasa (02/11/2021).
KLIK JUGA : Yasonna Mengawali November dengan Produktif, Bahas RUU Salah Satunya
Jodi pun menjelaskan. Awal – awal, GSI ini memberikan gratis memberikan gedung untuk bisa cepat membantu untuk melakukan testing Covid-19. “Malah di awal – awal GSI ini gedungnya diberikan secara gratis oleh salah satu pemegang sahamnya. Agar bisa cepat beroperasi pada periode awal dan membantu untuk melakukan testing Covid-19,” paparnya. Sampai saat ini, lanjutnya, tidak ada pembagian keuntungan dalam bentuk dividen atau bentuk lain kepada pemegang saham.
“Saya lihat keuntungan mereka malah banyak digunakan untuk memberikan test swab gratis kepada masyarakat yang kurang mampu dan petugas kesehatan di garda terdepan. Kalau tidak salah, lebih dari 60 ribu tes yang sudah dilakukan untuk kepentingan tersebut. Termasuk juga membantu di Wisma Atlet,” tutur Jodi. Dia pun menegaskan. Partisipasi Luhut di bisnis ini adalah bagian dari usaha saat penanganan di awal pandemi dan memberikan donasi alat test PCR dan reagen ke beberapa fakultas kedokteran di sejumlah kampus.
“Seperti yang sudah saya jelaskan juga diatas. Partisipasi dari Pak Luhut di GSI ini adalah bagian dari usaha Bapak untuk membantu penanganan pandemi pada masa – masa awal dulu. Selain tadi donasi pemberian alat – alat test PCR dan reagen yang diberikan kepada fakultas kedokteran di beberapa kampus seperti yang saya sebutkan diatas. Pak Luhut juga ikut membantu Nusantics, salah satu start up di bidang bioscience, untuk membuat reagen PCR buatan anak bangsa yang saat ini diproduksi oleh Biofarma,” jelas Jodi.
KLIK JUGA : PPKM Jawa – Bali Kembali Diperpanjang, DKI Jakarta Level 1
Jodi pun menegaskan terkait partisipasi Toba Bara Sejahtera di GSI ini tidak ada maksud bisnis didalamnya. Dia menjelaskan. Toba Bumi Energi adalah anak perusahaan Toba Bara Sejahtera dan saham Luhut yang dimiliki melalui Toba Sejahtera di Toba Bara Sejahtera sudah sangat kecil yaitu dibawah 10%. “Jadi Pak Luhut tidak memiliki kontrol mayoritas di TBS. Sehingga kita tidak bisa berkomentar terkait Toba Bumi Energi,” ujarnya.
“Jadi tidak ada maksud bisnis dalam partisipasi Toba Sejahtra di GSI. Apalagi Pak Luhut sendiri selama ini juga selalu menyuarakan. Agar harga test PCR ini bisa terus diturunkan. Sehingga menjadi semakin terjangkau buat masyarakat,” tutur Jodi. Pihaknya pun menyayangkan adanya isu seperti ini. Menurutnya, ini akan berdampak pada pihak yang ingin membantu saat krisis terjadi akan berpikir dua kali nantinya.
“Sangat disayangkan upaya framing seperti ini. Ini berpotensi menyebabkan para pihak yang ingin membantu jika terjadi krisis berpikir dua kali. Ini akan membuat pihak – pihak yang ingin tulus membantu dalam masa krisis menjadi enggan. Ini sama sekali tidak benar. Ya begitulah kalau oknum sudah hati dan pikirannya ingin menjatuhkan orang lain. Orang ingin berbuat baik pun dihajar dengan segala cara,” tutur Jodi.
Jodi pun memastikan. Bahwa PT GSI tidak pernah bekerja sama dengan BUMN atau pun mendapatkan dana dari Pemerintah. “GSI ini tidak pernah kerja sama dengan BUMN ataupun mendapatkan dana dari Pemerintah. Justru mereka melakukan genomesequencing secara gratis untuk membantu Kementerian Kesehatan,” tandasnya. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga pun angkat bicara menanggapi isu ini.
Arya menyebut. Bahwa kabar keterlibatan Erick tersebut merupakan isu yang sangat tendensius. Pasalnya, pelaku industri yang menyediakan tes PCR ini sangat besar. Adapun Erick sudah tidak lagi terlibat dalam proses bisnis setelah menjadi Menteri. “Isu bahwa Pak Erick bermain tes PCR itu isunya sangat tendensius. Bisa kita lihat dari data, sampai kemarin tes PCR itu mencapai 28,4 juta di seluruh Indonesia,” jelasnya.
“Sementara PT GSI yang dikaitkan dengan Pak Erick itu tes PCR yang dilakukan sebanyak 700 ribu. Jadi bisa dikatakan hanya 2,5% dari total tes PCR yang sudah dilakukan di Indonesia, hanya 2,5% jadi 97,5% lainnya dilakukan pihak lain,” kata Arya pada Selasa (2/11/2021). Selain itu, lanjutnya lagi, salah satu pemegang saham PT GSI memang ada Yayasan Adaro dengan kepemilikan sebesar 6%. Porsi kepemilikan ini dinilai tidak signifikan.
KLIK JUGA : Puan Maharani Dideklarasikan Sekelompok Orang sebagai Capres 2024
Adapun Yayasan Adaro Bangun Negeri ini berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Perusahaan yang mana Garibaldi ‘Boy’ Thohir menjadi Direktur Utama, yang tak lain adalah kakak kandung dari Erick Thohir. “Jadi bayangkan, GSI itu hanya 2,5% melakukan tes PCR di Indonesia. Setelah itu yayasan kemanusiaan Adaronya hanya 6% (memegang saham PT GSI). Jadi bisa dikatakan yayasan kemanusiaan Adaro ini sangat minim berperan di tes PCR,” terang Arya.
Di samping itu, Erick dinilai sudah tidak aktif lagi aktif dalam melakukan proses bisnis di perusahaan – perusahaan yang terafiliasi dengannya sejak dirinya menjabat sebagai Menteri. “Jadi sangat jauh lah dari keterlibatan atau dikaitkan dengan Pak Erick Thohir. Apalagi dikatakan main bisnis PCR jauh sekali. Jadi jangan tendensius seperti itu. Kita harus lebih clear melihat semua.”
Arya menambahkan. Ketentuan PCR tidak dikeluarkan oleh Kementerian BUMN. Selain itu Pemerintah juga tidak menunjuk lab tertentu untuk melakukan PCR. Kecuali tentunya yang sesuai standar yang ditentukan Kementerian Kesehatan. Selain itu, jika PCR tidak diwajibkan, maka hal ini justru akan menguntungkan bagi BUMN – BUMN yang menjalankan bisnis pelayanan publik, seperti PT Angkasa Pura (Persero) I-II, PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), perusahaan penerbangan dan hotel.
Discussion about this post