JAKARTA, mataberita.co.id__ Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E bisa mendapat perlindungan jika bersedia menjadi justice collaborator atau saksi kunci. Dia bisa jadi Justice collaborator terkait kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Kini Bharada E menyatakan siap membuka secara terang benderang kasus Brigadir J dan diduga bukan dialah pelaku utamanya. Bahkan terbaru pun Polri menahan Irjen Ferdy Sambo di penempatan khusus (patsus) di Mako Brimob. Bisa saja dirinya berstatus tersangka nanti.
Penahanan dengan mekanisme patsus ini dilakukan karena Ferdy diduga melanggar prosedur dalam penanganan Tempat Kejadian Perkara (TKP) penembakan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinasnya. “Ditempatkan di penempatan khusus dalam rangka pemeriksaan,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, pada Sabtu malam (06/08/2022). Dia lalu mengatakan. Salah satu dugaan pelanggaran prosedur itu adalah pengambilan CCTV di sekitar rumah Ferdy Sambo. Penanganan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang tidak profesional menjadi alasan lain Inspektorat Khusus Polri menempatkan Ferdy di Mako Brimob.
Awalnya dijelaskan bahwa CCTV menjadi bukti kunci untuk mengungkap kasus penembakan di rumah dinas Ferdy, di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu. Penyidik baru menerima kamera pengawas di pos satuan pengamanan Kompleks Polri Duren Tiga sepekan setelah kematian Brigadir J. Menurut seorang petinggi di Mabes Polri, pejabat Divisi Propam yang memerintahkan Provos menyita rekaman dan kamera tersebut. “Katanya untuk mengamankan kamera supaya enggak diambil pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujar pejabat itu.
Dedi Prasetyo membenarkan kabar. Bahwa kamera tersebut sempat diambil personel Provos. Dia pun mengatakan. Kamera dan rekaman diserahkan dalam kondisi utuh. Kemudian juga dikatakan bahwa peran Ferdy dan anak buahnya di Divisi Propam menonjol saat Brigadir Yosua ditemukan tewas. Sumber yang mengetahui penyidikan kasus ini menyatakan. Ferdy meminta anak buahnya di Divisi Propam datang ke rumahnya setelah kejadian. Akibatnya, Provos yang datang ikut membantu mengolah TKP dan mengamankan sejumlah barang bukti termasuk rekaman kamera pengawas. Olah TKP pun berjalan tidak maksimal.
KLIK JUGA : Sejumlah Investasi Ilegal Berbasis Judi Online Diproses, Yagoal Online Kapan Gilirannya?
Polres Metro Jakarta Selatan hanya mengirim satu anggota Inafis untuk mengidentifikasi dan mencari barang bukti di lokasi. Kemudian juga tak mengambil sampel asam deoksiribonukleat alias DNA di tangga dan kamar istri Ferdy, Putri Candrawathi. Olah TKP serampangan ini membuat penyidikan kasus tersebut berjalan lambat. Sehingga akhirnya pun Inspektorat Khusus (Irsus) Polri menduga Ferdy Sambo melanggar etik dan tak profesional dalam melakukan olah TKP kasus kematian Brigadir J. Dugaan ketidakprofesionalannya terkait pengambilan dekoder kamera pengawas atau CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy, Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Terkait dugaan ini, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan. Pengambilan dekoder CCTV di tempat kejadian perkara (TKP) dapat dikategorikan sebagai obstruction of justice atau menghambat upaya penegakan hukum. “Jadi pengambilan CCTV itu bisa melanggar etik karena tidak cermat atau tidak profesional dan sekaligus bisa pelanggaran pidana karena obstruction of justice dan lain-lain,” kata Mahfud pada Minggu (07/08/2022). Menurutnya, hukum formal merupakan kristalisasi dari moral dan etika. Dengan demikian, pelanggaran etik dan pidana bisa diproses bersama-sama.
Selain itu, Mahfud juga menjelaskan. Bahwa sanksi etik bukan diputus oleh hakim dan bukan sebuah hukuman pidana. Sanksi etik meliputi sanksi administratif seperti pemecatan, penurunan pangkat, hingga teguran. “Sedangkan peradilan pidana diputus oleh hakim yang hukumannya adalah sanksi pidana seperti masuk penjara, hukuman mati, perampasan harta hasil tindak pidana, dan lain-lain,” jelas dia. Sekarang public tentu saja tinggal menunggu saja titik terangnya. Pasalnya Polri tidak akan berhenti untuk terus mengusut tuntas kasus Brigadir J tersebut.
Discussion about this post