JAKARTA, mataberita.co.id__ Presiden Joko Widodo diminta menegur bahkan mencopot Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian karena dinilai telah melanggar peraturan perundang-undangan. Hal itu disampaikan oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menyebut Tito tidak menjalankan tindakan korektif Ombudsman Republik Indonesia mengenai penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah.
Tak hanya itu, Tito juga abaikan partisipasi masyarakat yang meminta informasi teknis penunjukan dan rekam jejak para Pj kepala daerah yang telah ditunjuk. “Jadi tidak ada pilihan lain bagi presiden untuk menegur Mendagri bahkan tidak menutup kemungkinan untuk mencopot Tito, karena tidak menghargai partisipasi publik dan melanggar peraturan perundangan,” kata Kurnia, pada Jumat (02/09/2022).
Sebagai informasi, tiga LSM yakni ICW, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), dan Perludem mengadukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ke Ombudsman beberapa waktu lalu.
Aduan dilayangkan karena Kemendagri tak kunjung menjawab permintaan mereka terkait aturan teknis yang digunakan Tito dalam menunjuk Pj kepala daerah.
Ombudsman kemudian mengumumkan sejumlah kesimpulan tindakan korektif pada 19 Juli lalu. Salah satu di antaranya adalah Kemendagri harus menyiapkan naskah usulan pembentukan peraturan pemerintah (PP) sebagai peraturan pelaksana penunjukan Pj kepala daerah.
Sebagaimana diketahui, tindakan korektif memberikan tenggang waktu 30 hari bagi instansi atau pejabat terkait untuk memperbaiki kebijakannya.
KLIK JUGA : Harga Terbaru BBM Diseluruh Indonesia
Namun, hingga kini pemerintah belum menerbitkan PP. Sementara, dalam rapat dengan Komisi II DPR RI, 31 Agustus kemarin Tito berdalih telah menyusun Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) terkait penunjukan Pj kepala daerah tersebut. “Isu pengangkatan Pj kepala daerah harus diatur melalui peraturan pemerintah bukan melalui Permendagri,” tutur Kurnia.
Di sisi lain, Tito telah melewati batas waktu untuk melaksanakan tindakan korektif yang diterbitkan Ombudsman.
Sementara, Pasal 16 Peraturan Ombudsman Nomor 38 Tahun 2019 mewajibkan pihak terlapor menyampaikan laporan Ombudsman mengenai pelaksanaan atas tindakan korektif paling lama 30 hari.
“Jelas sekali bahwa Mendagri telah melanggar peraturan perundangan, karena peraturan itu kan termasuk dalam rumpun bagian peraturan perundangan di Indonesia,” ujar Kurnia.
Yang mana sebelumnya, penunjukan sejumlah Pj kepala daerah oleh Kemendagri menuai kritik dari akademisi dan aktivis.
Beberapa hal yang menjadi sorotan antara lain karena Tito menunjuk anggota TNI aktif menjadi Pj kepala daerah.
Selain itu, pemerintah juga dinilai belum melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 67 Tahun 22021 agar menerbitkan peraturan pelaksana sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 yang mengatur pemilihan kepala daerah.
Sementara, Ombudsman meminta Kemendagri menindaklanjuti pengaduan dan keberatan para pelapor yakni tiga LSM tersebut,
Kemudian, Kemendagri juga diminta memperbaiki proses pengangkatan Pj kepala daerah dari unsur TNI aktif. Terakhir, kemendagri diminta menyiapkan naskah usulan pembentukan PP terkait proses pengangkatan, lingkup kewenangan, evaluasi kinerja hingga pemberhentian Pj kepala daerah.
Discussion about this post