JAKARTA, mataberita.co.id__ Pemerintah diminta tegas menindak serbuan tekstil impor ilegal hingga ke pasar-pasar eceran. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menyebut, serbuan tekstil impor yang masuk secara ilegal telah membuat industri di dalam negeri kronis.
“Impor tekstil ilegal kian meresahkan dan menjadi biang-kerok terpuruknya industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional dalam beberapa tahun terakhir,” kata Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta, pada Jumat (15/09/2023).
“Kami meminta agar pemerintah segera bertindak tegas baik di sisi importasinya maupun dari sisi peredarannya di pasar,” tambahnya.
Gita sebut, ada gap yang sangat besar antara catatan impor Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data ekspor China ke Indonesia berdasarkan data dari General Custom Administration of China. Hal itu, ujarnya, mengacu pada data International Trade Center (ITC).
Gembong Narkoba Escobar Indonesia!
Mengacu data ITC berdasarkan catatan General Custom Administration of China, lanjutnya, ekspor TPT China ke Indonesia untuk TPT (HS 50-63) mencapai US$6,50 miliar.
Sementara, ITC mengacu data BPS mencatat, impor TPT dari China mencapai US$3,55 miliar. “Artinya ada gap sekitar US$2,95 miliar. Ini besaran nilai impor yang diduga masuk secara ilegal ke Indonesia,” kata Gita.
“Sementara, kalau asumsinya nilai impor per kontainer senilai Rp 1,5 miliar maka diperkirakan sekitar 28.480 kontainer TPT ilegal masuk per tahun, atau sekitar 2.370 kontainer ilegal per bulan,” jelas Gita.
Produk tekstil yang beredar di pasar Indonesia menguasai 41% dari total konsumsi yang ditaksir mencapai US$16 miliar tahun 2022. “Hal ini tentu sangat merugikan karena barang-barang impor ilegal ini tidak bayar bea masuk dan pajak sehingga bisa dijual sangat murah di pasar domestik dan produk lokal kalah bersaing,” tukas Gita.
“Ini sudah terjadi pembiaran selama bertahun-tahun. Kondisi industri TPT nasional sudah kronis, beberapa perusahaan sudah tutup, sebagian sudah banyak mematikan mesin hingga banyak karyawan yg terkena rasionalisasi karena utilisasi turun,” tegas Gita.
Discussion about this post