JAKARTA, mataberita.co.id__ Terus hadir di tengah masyarakat yaitu Para Koordinator Ganjar Mahfud Law and Development Centre (GLDC) wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Papua. Diantaranya Amaldo, S.H., Yopis Piternalis, S.H., Ricky SP Siahaan, S.E., S.H., Mbus., Ph.D., Ir Yudhi Sari Sitompul, S.H., M.H., Sarah Serena, S.H., M.H., Ivan Tampubolon, S.H., M.H., Rio Saputro, S.H., Megawati, S.H., M.H., Hosper Sibarani, S.H., M.H., Magdalena M. Siringoringo, S.H., M.H., Benny Fernando, S.H., Meldianto, S.H., Robert, S.H., Reko Hernando, S.H., Landen Marbun, S.H., Bornok Simanjuntak, S.H., M.H., Merza, S.H., M.H., John J Sada, S.H., I Wayan Gede Mardika, S.H., M.H., I Nyoman Budi Adnyana, S.H., M.H., CLA., CPL., Johanis Richard Riwoe, S.H., S.T., M.A., M.H., M.A., Yulianto, S.H., Beesokhi Ndruru, Surya Lin, S.H., M.H. dan Eben Ezer M. Sinaga, S.H., S.H.
Menurut pandangan GLDC, dalam Pembukaan UUD 1945 menyatakan. Bahwa Indonesia adalah negara hukum sekaligus negara demokrasi. Di negara yang menganut sistem pemerintahan demokratis, demokrasi memberikan hak dan kebebasan kepada rakyat untuk berpendapat dan turut serta dalam pengambil keputusan pemerintah, semua warga negara yang mampu dan memenuhi syarat mempunyai peluang yang sama untuk mengisi jabatan Politik. Tetapi yang terjadi pada masa orde baru, sistem rekrutmen politik bersifat tertutup. Sehingga sangat bertentangan dengan semangat demokrasi.
Demokrasi saat rezim orde baru tidak ada harganya di mata pemerintahan kala itu. Bahkan ketika masyarakat ingin menyuarakan aspirasinya. Pemerintah malah melakukan upaya yang sangat kejam. Berkaca kepada Peristiwa Trisakti, ketika mahasiswa melakukan demonstrasi menuntut Soeharto untuk turun dari jabatannya pada 12 Mei 1998. Aksi mereka langsung dihalangi oleh Polri dan Militer. Aparat mulai menembakkan peluru ke arah mahasiswa. Sehingga para mahasiswa berlarian, tetapi aparat tidak berhenti menembak, sehingga satu per satu korban berjatuhan bahkan ada yang meninggal dunia.
Inilah yang terjadi, ketika demokrasi sudah lagi tidak ada harganya. Bahkan nyawa manusia sudah tidak ada lagi harganya. Kejadian tersebut tentu saja adalah pelanggaran HAM. Padahal di katakan dalam UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 9 ayat (1), setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. Tetapi kenyataan nya, mereka membunuh para korban, mereka berhak untuk hidup dan saat itu sedang mempertahankan hidup nya. Mengapa militer selalu bersikap sewenang-wenang terhadap warga sipil. Seperti kejadian baru-baru ini yang terjadi di Boyolali.
Peristiwa Boyolali ini menjadi bentuk penganiayaan yang dilakukan oleh anggota TNI terhadap warga sipil yang diketahui merupakan relawan pendukung Ganjar Mahfud, diketahui dari pakaian yang di gunakan oleh korban yang bergambar paslon no 3. Kejadian itu terjadi pada Sabtu, 30 Desember 2023 sekitar pukul 11.19 WIB. Sehingga menyebabkan korban luka-luka dan harus di rawat di rumah sakit. Para ASN dan Aparatur Negara seharus nya loyal kepada Negara, tidak boleh berpihak kepada sosok atau individu. Agar pemilu 2024 ini berjalan secara jujur dan adil. Hal ini sesuai dengan aturan dalam. UU No 5 Tahun 2014, Pasal 2 huruf (f), yaitu netralitas.
KLIK JUGA : Sejumlah Investasi Ilegal Berbasis Judi Online Diproses, Yagoal Online Kapan Gilirannya?
Setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun yang tidak memihak kepada kepentingan tertentu. “Atas kejadian ini, kami mengecam keras dan menegaskan bahwa, Negara Indonesia saat ini bukan lagi zaman rezim Militer. Tetapi mengapa, kasus pelanggaran HAM dan penganiayaan yang di lakukan oleh anggota Militer terhadap warga sipil masih saja terjadi. Apakah kita akan kembali ke era rezim Militer? era dimana terjadinya pembunuhan dan penganiayaan oleh anggota Militer yang dilakukan tanpa rasa ampun,” terang Para Koordinator GLDC.
“Membunuh dan menganiaya orang-orang yang tidak bersalah. Jika era rezim itu terjadi lagi di masa sekarang, maka Indonesia akan kembali ke masa lalu yang penuh dengan ketidakadilan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia,” sambung GLDC. Ya dimaksudkan UU No 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer, pada pasal 1 ayat (5) dikatakan. Pelanggaran Hukum Disiplin Militer adalah segala perbuatan dan/atau tindakan yang dilakukan oleh Militer yang melanggar hukum dan/atau peraturan Disiplin Militer dan/atau melakukan perbuatan yang bertentangan dengan sendi-sendi kehidupan militer yang berdasarkan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.
Lalu pada ayat (6) dikatakan, Tersangka adalah Militer yang karena perbuatannya berdasarkan bukti permulaan yang cukup patut diduga sebagai pelaku Pelanggaran Hukum Disiplin Militer. Dalam Undang-undang tersebut jelas dikatakan bahwa anggota militer yang melanggar hukum disiplin Militer patut di jadikan sebagai tersangka. Tetapi pada kenyataan nya, Undang-Undang hanyalah sebatas Undang-undang. Padahal sudah termaktub dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), Negara Indonesia adalah negara hukum. Maka dari itu, hukum tetap harus berjalan dan tidak boleh adanya keberpihakan kepada para terduga pelaku.
Lantas apakah salah jika masyarakat sudah tidak lagi mempercayai Aparat Negara? Para koordinator GLDC (Ganjar Mahfud Law and Development Centre) Seluruh Indonesia meminta kepada Pemerintah Republik Indonesia. Agar dalam pelaksanaan Pemilu 2024 dapat berjalan dengan jujur dan adil serta damai. UU nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Discussion about this post