MataBerita – Kasus meninggalnya seorang mahasiswa Universitas Udayana (Unud) menjadi perhatian publik. Tragedi ini bukan hanya menyisakan duka mendalam, tapi juga mengangkat isu serius tentang kesehatan mental dan dampak perundungan di dunia maya.
Ibu korban mengaku sempat merasakan firasat buruk sebelum kejadian. Perubahan perilaku sang anak membuatnya khawatir hingga memutuskan datang langsung ke Bali. Sayangnya, kehadiran sang ibu tidak cukup untuk mencegah tragedi yang terjadi pada Rabu (15/10/2025) di Gedung FISIP Unud.
Kasus ini juga membuka perbincangan lebih luas tentang pentingnya dukungan kampus terhadap mahasiswa yang mengalami gangguan kesehatan mental. Tak hanya itu, munculnya perilaku perundungan online setelah kejadian memperkeruh suasana duka.
Kronologi Kejadian di Gedung FISIP Unud
Perubahan Perilaku Sebelum Tragedi
Menurut keterangan polisi, ibu dari TAS (22) sempat memperhatikan adanya perubahan perilaku pada anaknya. Ia bahkan menceritakan bagaimana TAS sering bertingkah aneh dan tiba-tiba pergi ke kampus sendirian.
Kekhawatiran itu membuat sang ibu akhirnya datang ke Bali untuk menemani anaknya selama kuliah. Hal ini disampaikan oleh Kasi Humas Polresta Denpasar, Kompol I Ketut Sukadi, Jumat (17/10/2025).
Aktivitas Terakhir Korban Sebelum Jatuh
Saksi NKGA (21) mengaku melihat TAS datang ke kampus sekitar pukul 08.30 WITA. Korban terlihat membawa ransel, mengenakan baju putih, dan terlihat gugup sambil memperhatikan sekitar. Ia duduk di kursi panjang dekat ruang kelas lantai 4 Gedung FISIP, namun tidak banyak berinteraksi.
Tak lama kemudian, sekitar pukul 09.00 WITA, saksi MAW (48) mendengar suara benda terjatuh dari ketinggian. Ia bergegas ke sumber suara dan mendapati korban sudah tergeletak di halaman depan lobi. TAS kemudian dilarikan ke RSUP Prof. Ngoerah menggunakan mobil dinas dekan, namun nyawanya tidak tertolong.
Kesehatan Mental yang Sudah Lama Dihadapi
Masalah Kesehatan Mental Sejak SMP
Wakil Dekan III FISIP Unud, I Made Anom Wiranata, menyampaikan bahwa TAS sudah lama berjuang dengan masalah kesehatan mental. Sejak SMP, korban telah menjalani terapi dan konseling. Namun, saat masuk kuliah di Universitas Udayana, ia menolak terapi lanjutan.
“Kami tidak tahu alasan penolakannya, tapi itulah yang disampaikan ibunya,” ujar Anom dalam pernyataan resmi yang diunggah lewat akun Instagram DPM FISIP Unud.
Dukungan dari Teman dan Lingkungan Kampus
Menurut Anom, TAS dikenal cukup dekat dengan beberapa temannya dan mendapatkan dukungan dari lingkungan kampus. Ia juga menegaskan tidak ada perundungan atau tekanan langsung dari pihak kampus atau mahasiswa yang menjadi penyebab utama peristiwa ini.
Perundungan Online Setelah Kejadian
Munculnya Komentar Nirempati
Meski bukan penyebab langsung, tragedi ini ternyata memicu gelombang komentar kasar dan ejekan di media sosial. Beberapa tangkapan layar yang beredar memperlihatkan mahasiswa lain melemparkan komentar bernada merendahkan terkait fisik dan kematian TAS.
Ketua Unit Komunikasi Publik Unud, Ni Nyoman Dewi Pascarani, membenarkan bahwa aksi perundungan ini terjadi setelah kejadian. “Ucapan nirempati yang beredar tidak ada kaitannya dengan penyebab kematian almarhum,” ujarnya.
Langkah Tegas dari Pihak Kampus
Pihak kampus menanggapi serius kejadian ini. Hasil rapat bersama berbagai pihak akan diteruskan ke Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (Satgas PPK) Unud untuk ditindaklanjuti.
Unud juga menegaskan akan mengambil langkah tegas terhadap siapa pun yang terlibat dalam komentar atau perilaku perundungan di dunia maya. Mereka berkomitmen memperkuat sosialisasi etika komunikasi publik dan penggunaan media sosial secara bertanggung jawab.
Pentingnya Dukungan Kesehatan Mental di Lingkungan Kampus
Mahasiswa Butuh Ruang Aman
Kasus ini membuka mata banyak pihak bahwa mahasiswa rentan terhadap tekanan mental, baik karena faktor pribadi maupun akademik. Kampus seharusnya tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga ruang aman bagi mereka yang membutuhkan bantuan.
Dengan adanya dukungan psikologis dan akses layanan konseling yang mudah, kasus seperti ini bisa dicegah lebih awal. Banyak mahasiswa yang sebenarnya butuh teman bicara atau bimbingan profesional, tapi takut untuk terbuka.
Peran Kampus dalam Pencegahan
Pihak kampus memiliki tanggung jawab untuk memperkuat sistem dukungan mental mahasiswa. Selain menyediakan layanan konseling, penting juga untuk membangun budaya empati di lingkungan perkuliahan.
“Setiap bentuk perundungan atau kekerasan verbal, baik di dunia nyata maupun digital, akan ditindak sesuai peraturan universitas,” tegas Dewi.
Penutup: Belajar dari Tragedi
Peristiwa tragis di Universitas Udayana ini bukan sekadar kabar duka. Ini adalah peringatan keras bahwa kesehatan mental adalah isu nyata yang perlu mendapat perhatian serius.
Dukungan dari keluarga, teman, dan kampus sangat penting untuk mencegah peristiwa serupa. Sementara itu, masyarakat juga perlu belajar lebih peka dan bertanggung jawab dalam berkomentar, baik secara langsung maupun di media sosial.
Semoga kasus ini menjadi titik awal perubahan nyata dalam penanganan isu kesehatan mental di dunia kampus.