MataBerita – Dunia seni tradisi Indonesia tengah diselimuti duka mendalam. Kabar kepergian sosok dalang legendaris menggemparkan para pecinta budaya dan pewayangan. Ki Anom Suroto, dalang kondang asal Solo, dikabarkan meninggal dunia pada Kamis (23/10). Kepergiannya bukan hanya kehilangan bagi keluarga, tapi juga menjadi duka besar bagi dunia kesenian Indonesia.
Selama puluhan tahun, nama Anom Suroto begitu lekat di hati para penggemar wayang kulit. Suaranya yang khas, kemampuannya membawakan lakon penuh makna, dan kharismanya sebagai seniman membuatnya dihormati lintas generasi. Sosoknya bukan sekadar dalang, tetapi simbol pelestarian budaya Jawa yang begitu dicintai.
Kepergian sang maestro ini meninggalkan jejak mendalam. Bukan hanya bagi para muridnya, tapi juga bagi masyarakat luas yang tumbuh dengan mendengar alunan gamelan dan suara wayangnya. Yuk, kita kenang lebih dekat perjalanan hidup dan warisan budaya dari dalang legendaris ini.
Kabar Duka: Ki Anom Suroto Meninggal Dunia
Kabar tentang Anom Suroto meninggal pertama kali dikonfirmasi oleh Jatmiko, salah satu putra almarhum yang juga mengikuti jejak sang ayah sebagai dalang wayang kulit. Dalam pernyataannya melalui sambungan telepon, ia membenarkan bahwa sang ayah telah berpulang.
“Iya benar bapak meninggal dunia tadi. Ini saya masih ngurus jenazahnya,” ujar Jatmiko dengan suara berat.
Sebelum meninggal, Ki Anom sempat mendapatkan perawatan intensif di RS Dr Oen Kandangsapi selama empat hari. Penyakit jantung yang dideritanya menjadi penyebab utama kepergian sang maestro.
Sempat Dirawat di Rumah Sakit Akibat Penyakit Jantung
Jatmiko menjelaskan, sang ayah mulai dirawat sejak beberapa hari lalu. Kondisinya sempat stabil namun kemudian menurun.
“Sudah 4 hari ini di Kandangsapi. Sakitnya jantung,” ungkap Jatmiko.
Kondisi kesehatan sang dalang sebenarnya sudah menurun sejak beberapa waktu terakhir. Namun, semangatnya untuk terus berkarya dan berinteraksi dengan murid-murid serta penggemar wayang tidak pernah padam.
Penyakit jantung yang dideritanya menjadi tantangan besar di masa tuanya. Meski begitu, ia masih sempat mengikuti sejumlah kegiatan kesenian sebelum akhirnya harus dirawat.
Pemakaman di Ndalem Timasan Kartasura
Setelah menghembuskan napas terakhir, jenazah Ki Anom Suroto langsung dibawa ke Ndalem Timasan, Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo. Tempat ini bukan hanya rumahnya, tapi juga merupakan sanggar seni tempat banyak generasi muda belajar pedalangan.
Jatmiko menambahkan, proses pemakaman direncanakan akan dilakukan pada hari yang sama. Namun, detail waktu dan lokasi pemakaman belum dipastikan.
Banyak kerabat, sahabat seniman, hingga tokoh masyarakat mulai berdatangan untuk memberikan penghormatan terakhir. Dunia pewayangan pun berduka.
Profil Singkat Ki Anom Suroto
Perjalanan Hidup Sang Dalang Legendaris
Nama lengkapnya adalah Kanjeng Raden Tumenggung Haryo Lebdo Nagoro, namun publik lebih mengenalnya sebagai Ki Anom Suroto. Ia lahir di Klaten pada 11 Agustus 1948. Sejak kecil, darah seni telah mengalir deras dalam dirinya. Ia belajar pedalangan langsung dari sang ayah, Ki Sadiyun Harjadarsana, pada usia 12 tahun.
Perjalanan kariernya sebagai dalang dimulai sejak tahun 1970-an. Kiprahnya semakin melejit sekitar tahun 1975-an ketika ia mulai tampil di berbagai panggung besar. Dalam setiap pertunjukan, ia dikenal mampu membawakan lakon dengan gaya khas, penuh makna, dan menghibur.
Warisan Budaya yang Tak Tergantikan
Selama hidupnya, Ki Anom telah membawakan ribuan pertunjukan wayang kulit, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Ia juga aktif melatih generasi muda agar tradisi pewayangan tidak punah.
Gaya mendalangnya yang dinamis, humoris, namun tetap kental nilai filosofis menjadikannya sosok panutan bagi banyak dalang muda. Ia bukan hanya seniman, tapi juga guru besar budaya bagi masyarakat Jawa.
Kontribusi Besar dalam Dunia Wayang Kulit
Pelestarian Budaya Jawa
Salah satu warisan terbesar Ki Anom adalah dedikasinya untuk melestarikan budaya Jawa, khususnya wayang kulit. Di tengah gempuran modernisasi, ia tetap konsisten mempertahankan keaslian bentuk pementasan tanpa menghilangkan ruh budaya.
Melalui sanggar seni di Ndalem Timasan, ia berhasil melahirkan banyak dalang muda yang kini meneruskan jejaknya.
Pertunjukan Hingga Mancanegara
Kiprahnya tidak terbatas di Indonesia. Ia pernah tampil di berbagai negara untuk memperkenalkan wayang kulit sebagai warisan budaya dunia. Keahliannya membuat penonton terpukau, meskipun banyak dari mereka tak memahami bahasa Jawa. Itulah keunikan Ki Anom—pesan dan makna tetap tersampaikan melalui ekspresi dan alunan gamelan.
Duka Mendalam dari Berbagai Kalangan
Kabar meninggalnya Ki Anom Suroto langsung menyebar luas dan menjadi sorotan publik. Banyak tokoh seni, masyarakat, hingga pejabat memberikan ucapan belasungkawa. Media sosial dipenuhi ungkapan duka dan kenangan bersama sang dalang.
Bagi masyarakat Jawa, kepergian Ki Anom seperti kehilangan salah satu penjaga gerbang budaya. Ia bukan hanya sosok dalang, melainkan simbol perlawanan terhadap lunturnya budaya lokal.
Penutup: Sosok yang Akan Terus Dikenang
Kepergian Ki Anom Suroto memang menyisakan duka mendalam, namun warisan karyanya akan terus hidup dalam hati para pecinta budaya Indonesia. Lewat wayang, ia telah mengajarkan banyak hal: kebijaksanaan, filosofi hidup, dan cinta terhadap budaya sendiri.
Meski telah berpulang, nama dan karya Anom Suroto akan terus dikenang sebagai bagian penting dari sejarah pewayangan Indonesia. Semoga semangatnya menjadi inspirasi bagi generasi penerus untuk terus melestarikan budaya.