MataBerita – Dunia politik Tanah Air kembali dihebohkan dengan langkah mengejutkan dari Budi Arie Setiadi, Ketua Umum Projo, yang dikabarkan meminta izin kepada para relawannya untuk bergabung dengan partai politik. Tak tanggung-tanggung, partai yang menjadi tujuannya disebut-sebut adalah Partai Gerindra yang diketuai oleh Menteri Pertahanan sekaligus calon presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Kabar ini sontak memunculkan berbagai spekulasi dan analisis dari publik serta pengamat politik. Sebab, langkah Budi Arie dianggap bisa menjadi sinyal kuat perubahan arah politik para relawan Jokowi setelah masa jabatan sang presiden berakhir. Banyak yang menilai keputusan ini bukan sekadar langkah strategis, tetapi juga refleksi dari dinamika kekuasaan yang terus bergerak.
Lantas, apa alasan di balik keputusan Budi Arie untuk merapat ke Gerindra? Apakah ini pertanda loyalitas terhadap Jokowi mulai meredup, atau justru strategi cerdas untuk menjaga eksistensi di dunia politik? Yuk, kita bahas lebih dalam.
Budi Arie Setiadi Minta Izin Gabung Partai Politik
Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, secara terbuka mengungkapkan niatnya untuk bergabung ke partai politik. Dalam keterangannya, ia menyebut bahwa partai yang dituju adalah Gerindra, partai besar yang saat ini berada di lingkaran kekuasaan dan diketuai langsung oleh Prabowo Subianto.
Langkah ini bukan tanpa alasan. Sejak lama, Budi Arie dikenal sebagai sosok yang dekat dengan Presiden Jokowi dan menjadi salah satu tokoh sentral dalam pergerakan relawan Projo. Namun, dengan kondisi politik yang terus berubah, arah dukungan pun tampaknya mulai menyesuaikan dengan peta kekuasaan yang baru.
Budi Arie sendiri belum memberikan penjelasan rinci mengenai alasan pribadinya bergabung ke Gerindra, tetapi pernyataannya cukup jelas: ini adalah keputusan yang sudah ia pikirkan matang-matang.
Pengamat Politik: Daya Tarik Jokowi Mulai Menurun
Menurut Dedi Kurnia Syah, seorang pengamat politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), keputusan Budi Arie untuk bergabung ke Gerindra bisa diartikan sebagai tanda bahwa daya tarik politik Presiden Jokowi mulai menurun.
“Langkah Budi Arie menunjukkan bahwa Jokowi saat ini sudah tidak lagi menjadi figur sentral yang menarik secara politik bagi sebagian relawannya,” ujar Dedi dalam keterangannya, dikutip dari Kompas.com pada Minggu (2/11).
Lebih lanjut, Dedi menilai bahwa pilihan Budi Arie untuk merapat ke Gerindra ketimbang Partai Solidaritas Indonesia (PSI) juga memperkuat dugaan tersebut. Menurutnya, posisi PSI saat ini terlalu lemah untuk memberikan jaminan karier politik yang stabil bagi Budi Arie.
Bukan Lagi Soal Loyalitas, Tapi Soal Kalkulasi Politik
Kalkulasi Untung Rugi dalam Dunia Politik
Dedi Kurnia Syah menilai, langkah Budi Arie bukan lagi semata soal loyalitas kepada Jokowi, tetapi lebih kepada perhitungan untung rugi politik. Dalam dunia politik, loyalitas sering kali berjalan beriringan dengan rasionalitas.
“Budi Arie tentu tidak ingin karier politiknya berhenti hanya karena terlalu bergantung pada figur Jokowi. Ia harus memastikan posisi dan perlindungan politik di pemerintahan yang baru,” jelas Dedi.
Gerindra Sebagai Pilihan Strategis
Gerindra dinilai menjadi tempat paling strategis bagi Budi Arie untuk menjaga keberlanjutan kariernya. Sebagai partai penguasa yang akan memimpin pemerintahan ke depan, Gerindra punya kekuatan besar dalam hal politik maupun hukum.
“Dengan bergabung ke Gerindra, Budi Arie otomatis mendapat perlindungan politik dan hukum yang tidak akan ia peroleh jika memilih partai kecil seperti PSI,” tambah Dedi.
Faktor Perlindungan Politik dan Kasus yang Membayangi
Menurut pengamat, keputusan ini juga tidak lepas dari bayang-bayang kasus hukum yang sempat menyeret nama Budi Arie selama menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika. Dalam konteks ini, Dedi menilai langkah tersebut sangat logis.
“Politik di Indonesia tidak hanya soal ideologi, tapi juga soal survival. Ketika seseorang memiliki potensi terseret kasus hukum, maka memiliki payung politik yang kuat menjadi kebutuhan,” ujar Dedi.
Dengan merapat ke Gerindra, Budi Arie diyakini ingin memastikan dirinya tetap aman di tengah dinamika hukum dan politik nasional yang kerap berubah cepat.
PSI Tak Menawarkan Perlindungan Politik
Jika Budi Arie memilih bergabung dengan PSI, menurut Dedi, langkah tersebut tidak akan memberikan perlindungan apa pun. PSI dinilai masih terlalu kecil secara pengaruh, dan belum memiliki kekuatan politik signifikan untuk melindungi kadernya dari tekanan hukum maupun politik.
“Berbeda dengan Gerindra yang kini menjadi partai penguasa, PSI belum punya daya tawar tinggi. Jadi pilihan Budi Arie sepenuhnya rasional jika dilihat dari sisi keamanan politik,” tutup Dedi.
Penutup: Antara Strategi dan Realitas Politik
Keputusan Budi Arie Setiadi untuk merapat ke Partai Gerindra memang mengundang beragam tanggapan. Sebagian menilai langkah itu sebagai bentuk pragmatisme politik, sementara yang lain melihatnya sebagai strategi bertahan di tengah perubahan peta kekuasaan.
Namun satu hal yang pasti: politik selalu dinamis. Dalam dunia di mana kekuasaan bergeser begitu cepat, setiap langkah politik selalu mengandung makna yang lebih dalam dari sekadar pilihan partai.
Apakah langkah Budi Arie akan membuka jalan bagi relawan Jokowi lainnya untuk ikut bergeser ke Gerindra? Waktu yang akan menjawab.









