MataBerita – Dua emiten besar di Bursa Efek Indonesia, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI), kompak melemah pada perdagangan Rabu (12/11/2025).
Berdasarkan data perdagangan, saham BUMI turun 1,52% ke level Rp195 per lembar, sementara GOTO melemah 1,49% dan bertahan di Rp66 per lembar. Penurunan ini terjadi di tengah aksi jual besar-besaran oleh investor asing yang menekan pergerakan kedua saham tersebut.
BUMI Jadi Saham Paling Banyak Dilepas Asing
Data Bursa Efek Indonesia (IDX) mencatat, sebanyak 13,3 juta saham BUMI berpindah tangan dengan nilai transaksi mencapai Rp2,6 triliun. Dari sisi investor asing, BUMI tercatat sebagai saham dengan net sell tertinggi, yakni mencapai 910,25 juta lembar.
Koreksi ini menarik perhatian karena sebelumnya saham BUMI sempat menguat tajam setelah resmi menguasai 100% saham Wolfram Limited (WFL). Namun, euforia aksi korporasi tersebut tampaknya mulai mereda di tengah aksi ambil untung (profit taking).
Menurut analis MNC Sekuritas, Ibrahim Assuaibi, pelemahan saham BUMI wajar terjadi setelah reli cukup tinggi dalam beberapa hari terakhir. “Investor cenderung melakukan realisasi keuntungan, meski secara fundamental aksi korporasi BUMI masih positif,” ujarnya dalam riset tertulis, Rabu (12/11).
GOTO Turun di Tengah Isu Merger dengan Grab
Sementara itu, saham GOTO juga mengalami tekanan dengan penjualan bersih asing mencapai 162,47 juta lembar saham. Sentimen pasar disebut dipengaruhi oleh isu merger antara GOTO dan Grab, yang kembali ramai dibahas di kalangan pelaku industri teknologi.
Menurut kabar yang beredar, pembicaraan antara dua raksasa ride-hailing itu merupakan bagian dari diskusi lebih luas terkait rancangan peraturan presiden (Perpres) ojek daring.
Bahkan, Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara disebut ikut memantau perkembangan tersebut.
“Kami terus melakukan kajian dan komunikasi intensif terkait penguatan sektor digital, termasuk sinergi antar-platform,” ujar perwakilan BPI Danantara saat dikonfirmasi media pada Rabu (12/11).
IHSG Ikut Terkoreksi, Sektor Keuangan Tertekan
Pergerakan negatif GOTO dan BUMI turut menekan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Pada perdagangan Selasa (11/11/2025), IHSG tercatat melemah 0,29% ke posisi 8.366,51.
Dari total emiten, 378 saham melemah, 290 naik, dan 147 stagnan. Nilai transaksi mencapai Rp27,6 triliun, dengan 71,06 miliar saham berpindah tangan dalam lebih dari 3 juta transaksi.
Berdasarkan data Refinitiv, sektor utilitas dan keuangan menjadi yang paling tertekan masing-masing turun 2% dan 1,15%, disusul konsumer primer (-0,65%), industri (-0,53%), dan konsumer non-primer (-0,38%).
Sementara itu, teknologi, properti, kesehatan, dan energi masih mencatatkan penguatan moderat.
Investor Asing Masih Aktif di Saham Unggulan
Meski terjadi aksi jual di GOTO dan BUMI, investor asing sebenarnya masih aktif melakukan pembelian di sejumlah saham unggulan.
Pada perdagangan Selasa (11/11), total net buy asing mencapai Rp649,29 miliar, dengan rincian:
-
PT Bumi Resources Tbk (BUMI) – Rp493,40 miliar
-
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) – Rp122,50 miliar
-
PT Astra International Tbk (ASII) – Rp98,19 miliar
-
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) – Rp59,67 miliar
-
PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) – Rp37,89 miliar
Namun, tren jual pada perdagangan berikutnya menunjukkan bahwa investor tengah bersikap lebih hati-hati menghadapi ketidakpastian global dan fluktuasi harga komoditas.
H2: Prospek Saham GOTO dan BUMI ke Depan
Secara teknikal, analis memperkirakan pergerakan saham GOTO dan BUMI masih akan bergerak terbatas dalam jangka pendek.
Faktor eksternal seperti sentimen global, harga batu bara, dan kebijakan pemerintah akan menjadi penentu arah pasar berikutnya.
“Jika sentimen merger GOTO–Grab terealisasi positif, potensi rebound terbuka lebar. Namun untuk BUMI, pelaku pasar akan menunggu hasil sinergi pasca-akuisisi Wolfram Limited,” kata Ibrahim Assuaibi menambahkan.
Dengan volatilitas tinggi, investor disarankan tetap memantau data transaksi asing dan laporan keuangan kuartal IV, yang biasanya menjadi indikator kuat untuk menentukan arah pergerakan harga saham menjelang akhir tahun.








