MataBerita – Prosesi jumenengan atau penobatan Paku Buwono (PB) XIV di Keraton Surakarta kembali menjadi sorotan setelah pihak internal memberikan pernyataan resmi. GKR Timoer Rumbaikusuma Dewayani, putri PB XIII sekaligus juru bicara Keraton Solo, memastikan bahwa pengangkatan Gusti Purbaya sebagai raja Keraton Surakarta telah berlangsung sesuai aturan adat.
Pernyataan ini menjadi langkah penting di tengah polemik suksesi yang sejak wafatnya PB XIII terus mencuat ke publik dan menimbulkan perbedaan sikap di kalangan internal keraton.
Penobatan PB XIV Berjalan Sesuai Paugeran Keraton
GKR Timoer menjelaskan bahwa seluruh rangkaian penetapan PB XIV sudah dipersiapkan dengan matang mengikuti paugeran, yakni aturan adat yang menjadi dasar dalam setiap prosesi Keraton Surakarta.
“Prosesnya sangat sesuai paugeran. Semua unsur adat yang harus dipenuhi dalam pengangkatan seorang raja sudah disiapkan sejak lama,” ungkap GKR Timoer dalam pernyataan resminya, Sabtu (15/11/2025).
Menurutnya, tidak ada tahapan yang dilakukan secara terburu-buru. Setiap detail dipastikan melewati peninjauan dan koordinasi dengan pihak-pihak yang memahami tata adat keraton.
Pembacaan Sabda Dalem Menegaskan Status PB XIV
Peran Sabda Dalem dalam Tradisi Penobatan
Sabda Dalem merupakan unsur utama dalam prosesi adat penetapan raja. Dokumen ini berfungsi sebagai pernyataan yang menegaskan legitimasi dan kehendak dari pihak yang akan diangkat sebagai raja. Karena itu, pembacaan Sabda Dalem memiliki nilai adat yang sangat kuat.
Gusti Purbaya Membacakan Sabda Dalem
Melalui pembacaan Sabda Dalem, Gusti Purbaya secara resmi menyatakan diri sebagai Paku Buwono XIV. Tindakan itu menandai pergantian kepemimpinan dari PB XIII kepada PB XIV sesuai adat yang berlaku di Keraton Surakarta.
Komitmen untuk Memajukan Keraton
GKR Timoer menambahkan bahwa PB XIV telah mengucapkan sumpah untuk menjaga dan memajukan Keraton Surakarta.
“Sinuhun PB XIV berjanji membawa keraton ke arah lebih baik bersama kerabat serta pecinta budaya. Beliau juga menegaskan tetap bersama negara Indonesia dalam memajukan pelestarian budaya,” jelasnya.
Dinamika Konflik Suksesi Keraton Surakarta
Awal Konflik Setelah Wafatnya PB XIII
Polemik suksesi di Keraton Surakarta bermula usai wafatnya SISKS Paku Buwono XIII. Pada hari menjelang pemakaman, putra bungsu PB XIII, KGPH Purbaya, lebih dahulu mengukuhkan diri sebagai PB XIV.
Klaim Ganda dari Dua Pihak
Hanya sepekan berselang, putra PB XIII lainnya, KGPH Mangkubumi, juga menyatakan diri sebagai PB XIV dalam prosesi berbeda. Situasi ini memunculkan dualisme kepemimpinan yang kemudian menjadi sorotan publik dan pemerintah.
Pandangan Pakar Budaya
Beberapa pakar budaya Jawa menilai konflik suksesi seperti ini bukan pertama kali terjadi dalam sejarah keraton, tetapi penyelesaiannya harus mengacu pada adat dan musyawarah keluarga. Langkah ini dianggap penting agar citra keraton sebagai pusat kebudayaan tetap terjaga.
Dampak dan Harapan ke Depan
Konflik internal Keraton Surakarta membawa dampak signifikan terhadap berjalannya kegiatan adat, pelestarian budaya, hingga pandangan masyarakat terhadap institusi keraton. Penegasan GKR Timoer terkait keabsahan penobatan PB XIV menjadi sinyal bahwa keraton berupaya memberikan kejelasan arah dan mengembalikan stabilitas.
Ke depan, masyarakat berharap adanya rekonsiliasi antara pihak-pihak yang berselisih sehingga Keraton Surakarta dapat kembali fokus pada tugas utamanya menjaga tradisi dan memperkuat peran budaya di tingkat nasional.








