MataBerita – Menjelang pengumuman resmi kebijakan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI), para ekonom dan pelaku pasar tengah berspekulasi ke arah mana keputusan akan bergerak. Apakah BI akan menahan BI-Rate di posisi 4,75 persen, atau justru menurunkannya ke 4,50 persen untuk memberi stimulus tambahan bagi perekonomian?
Perdebatan ini bukan sekadar angka di atas kertas. Arah kebijakan BI-Rate punya dampak langsung pada pergerakan rupiah, arus modal asing, hingga stabilitas inflasi menjelang akhir tahun. Itulah sebabnya, perhatian publik dan investor kini tertuju pada hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) yang akan diumumkan Rabu ini.
Di tengah ketidakpastian global dan tekanan terhadap rupiah, para ekonom pun terbagi dalam dua kubu besar: satu kubu meyakini BI akan tetap menahan suku bunga, sementara kubu lainnya melihat peluang penurunan terbuka menjelang akhir tahun. Mari kita kupas lebih dalam alasan di balik pandangan yang berbeda ini.
Pandangan Ekonom: Menahan atau Menurunkan BI-Rate?
Proyeksi BI Menahan BI-Rate di 4,75 Persen
Kepala Ekonom Bank Central Asia, David Sumual, memperkirakan BI akan menahan BI-Rate pada Oktober ini. Menurutnya, langkah “front loading” — atau penyesuaian kebijakan suku bunga lebih awal — telah dilakukan BI beberapa bulan sebelumnya, sebagai antisipasi terhadap kebijakan pelonggaran moneter oleh Federal Reserve (The Fed).
“Outflow juga cukup besar terjadi di instrumen SRBI dan SUN dalam sebulan terakhir,” ujar David di Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Faktor arus keluar dana asing (capital outflow) yang cukup signifikan ini menjadi pertimbangan kuat bagi BI untuk tidak buru-buru menurunkan suku bunga. Menurunkan BI-Rate di tengah tekanan modal keluar justru berisiko memperlemah rupiah lebih jauh.
Potensi Penurunan Suku Bunga Menjelang Akhir Tahun
Meski begitu, David tidak menutup kemungkinan adanya penurunan BI-Rate pada akhir tahun, dengan catatan rupiah menguat dan The Fed tetap melanjutkan tren pelonggaran kebijakan moneternya. Dalam skenario ini, ruang pelonggaran kebijakan moneter domestik akan terbuka lebih lebar tanpa menimbulkan gejolak di pasar valas.
“Kalau rupiah stabil dan The Fed melanjutkan penurunan suku bunga, BI punya ruang untuk ikut melonggarkan kebijakan,” tambahnya.
Faktor Global dan Domestik: Arus Modal Tertekan
Penurunan Suku Bunga The Fed Tak Bawa Modal Masuk
Ekonom LPEM FEB UI, Teuku Riefky, memiliki pandangan yang sejalan dalam hal kehati-hatian BI. Ia mencatat bahwa secara historis, penurunan suku bunga The Fed biasanya mendorong arus modal masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Namun, kali ini hal itu tidak terjadi.
Justru sebaliknya, arus keluar modal dari Indonesia meningkat tajam. Kombinasi faktor eksternal seperti ketidakpastian global, dan domestik seperti dinamika fiskal serta kondisi politik, memperburuk tekanan pada pasar keuangan Indonesia.
Tekanan terhadap Rupiah Meningkat
Data mencatat, investor asing melakukan aksi jual bersih surat utang pemerintah senilai USD 1,88 miliar antara 17 September hingga 17 Oktober 2025. Dampaknya, rupiah melemah ke posisi Rp16.577 per USD pada 17 Oktober 2025, turun 3,05 persen secara year-to-date.
BI pun merespons dengan kebijakan stabilisasi, termasuk intervensi pasar dan penggunaan cadangan devisa, yang kini turun ke USD 148,7 miliar.
Inflasi dan Stabilitas Ekonomi Jadi Pertaruhan
Inflasi Masih Terkendali, Tapi Ada Tekanan
Meskipun inflasi masih dalam rentang target, tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat menjelang akhir tahun. Faktor musiman seperti peningkatan permintaan masyarakat dan ketidakpastian harga pangan global bisa memicu lonjakan harga.
Dalam kondisi seperti ini, menjaga BI-Rate tetap di 4,75 persen dinilai sebagai langkah strategis untuk memperkuat rupiah, menahan arus keluar modal, sekaligus menjaga persepsi pasar terhadap independensi Bank Indonesia.
“Menahan suku bunga akan memberikan sinyal kuat kepada pasar bahwa BI tetap fokus menjaga stabilitas makro,” jelas Riefky.
Implikasi Keputusan BI Terhadap Masyarakat dan Pasar
Dampak pada Sektor Keuangan dan Investasi
Bagi pelaku pasar dan sektor keuangan, keputusan BI soal BI-Rate sangat krusial. Jika suku bunga tetap, maka stabilitas rupiah akan lebih terjaga, namun laju pertumbuhan kredit bisa melambat. Sebaliknya, jika suku bunga diturunkan, sektor perbankan dan investasi berpotensi terdorong, tapi risiko terhadap nilai tukar bisa meningkat.
Pengaruh terhadap Konsumen dan Dunia Usaha
Bagi masyarakat, keputusan BI akan memengaruhi suku bunga kredit dan simpanan. Jika BI-Rate turun, suku bunga kredit bisa lebih rendah — artinya cicilan KPR atau pinjaman konsumtif menjadi lebih ringan. Namun di sisi lain, bunga tabungan bisa ikut turun.
Pelaku usaha, terutama UMKM dan sektor properti, biasanya menyambut baik penurunan suku bunga karena membantu meringankan biaya pembiayaan dan mempercepat ekspansi usaha.
Kesimpulan: Keputusan Sulit di Tengah Ketidakpastian
BI kini berada dalam posisi yang tidak mudah. Di satu sisi, ada tekanan untuk menjaga stabilitas rupiah dan menahan arus keluar modal. Di sisi lain, ada peluang pelonggaran kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di akhir tahun.
Apapun keputusan yang akan diumumkan dalam RDG BI hari ini, dampaknya akan dirasakan luas — mulai dari pasar keuangan, pelaku usaha, hingga masyarakat umum. Maka tak heran, topik BI Rate hari ini menjadi sorotan tajam publik dan pelaku ekonomi.