MataBerita – Nama Brigjen Pol Hendra Kurniawan kembali menjadi perbincangan publik setelah mencuat kabar bahwa sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap dirinya dibatalkan. Mantan Kepala Biro Paminal Divpropam Polri ini sebelumnya terseret dalam kasus besar terkait obstruction of justice pada penyidikan kematian Brigadir J. Perkembangan terbaru mengenai status etik dan kedinasannya membuat isu ini kembali hangat diperbincangkan.
Profil Singkat Brigjen Pol Hendra Kurniawan
Brigjen Pol Hendra Kurniawan lahir di Bandung, Jawa Barat, pada 16 Maret 1974. Ia merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) angkatan 1995 dan telah mengabdi di Polri selama hampir 30 tahun. Selama kariernya, Hendra banyak berkecimpung di Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), termasuk menduduki sejumlah posisi strategis sebelum akhirnya dipercaya sebagai Karopaminal Divpropam Polri pada 16 November 2020.
Latar Belakang Keluarga dan Sorotan Publik
Hendra menikah dengan Seali Syah, figur publik yang kerap menyampaikan klarifikasi terkait perkembangan kasus suaminya di media sosial. Kehadiran Seali dalam setiap dinamika kasus menambah perhatian publik terhadap perjalanan hukum dan etik Hendra.
Karier Panjang di Divpropam Polri
Hendra meniti karier di lingkungan pengawasan internal Polri dan pernah menduduki beberapa jabatan penting, seperti:
-
Kaden A Ro Paminal Divpropam Polri
-
Analis Kebijakan Madya Bidang Paminal
-
Kabag Binpam Ro Paminal
Puncak kariernya terjadi saat ia menjabat sebagai Karopaminal Divpropam Polri, posisi yang mengawasi kepatuhan dan perilaku anggota kepolisian secara nasional. Namun, posisinya mulai goyah ketika ia disebut terlibat dalam upaya menghambat penyidikan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Kasus Hukum yang Menjerat
Hendra ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan obstruction of justice dalam penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J. Ia dinilai melakukan tindakan tidak profesional dan menghambat proses investigasi.
Putusan PTDH dari Komisi Kode Etik Polri
Pada 31 Oktober 2022, Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) kepada Hendra. Namun, setelah melalui proses banding internal, keputusan tersebut berubah. Sejumlah media nasional seperti Detik, Tempo, dan Liputan6 melaporkan bahwa Hendra tidak jadi dipecat, melainkan dikenai sanksi demosi selama delapan tahun.
Menurut Seali Syah, sang istri, keputusan banding internal itu membuat status Hendra tetap sebagai anggota Polri, meski dengan penurunan jabatan signifikan.
Vonis Pengadilan dan Status Pembebasan Bersyarat
Dalam ranah pidana, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp20 juta subsider tiga bulan kurungan. Hendra mulai menjalani hukuman pada 2023.
Pembebasan Bersyarat
Pada Juli 2024, Hendra memperoleh pembebasan bersyarat. Berdasarkan data Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Jakarta Selatan, ia masih berada dalam masa pengawasan hingga 2026. Status ini membuat mobilitas dan aktivitasnya tetap dipantau hingga masa pembinaan selesai.
Fakta “Batal Di-PTDH” yang Ramai Dibahas
Meski Komisi Etik Polri sempat mengumumkan PTDH, hasil banding internal mengubah sanksi menjadi demosi. Hal ini diberitakan oleh sejumlah media nasional dan diperkuat keterangan keluarga.
Namun hingga kini, Polri belum merilis dokumen resmi secara publik mengenai perubahan sanksi tersebut. Akademisi hukum kepolisian menilai bahwa transparansi diperlukan agar isu ini tidak menimbulkan spekulasi berlarut.
Seorang pengamat kepolisian yang kerap mengulas isu etik, misalnya dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), menyebut bahwa “kejelasan status aparat merupakan bagian penting dari reformasi internal Polri dan transparansi publik.” Pernyataan ini menggambarkan pentingnya kejelasan informasi terkait perkembangan status Hendra.
Sorotan Publik dan Dampak terhadap Reformasi Polri
Kasus Hendra menjadi salah satu contoh paling menonjol dalam upaya penegakan etik internal Polri. Dari ancaman PTDH hingga informasi bahwa sanksinya berubah menjadi demosi, dinamika ini menjadi cerminan tantangan transparansi dalam tubuh institusi kepolisian.
Meski kini telah bebas bersyarat, nama Hendra tetap menjadi perhatian dalam diskursus mengenai reformasi Polri, khususnya terkait mekanisme penindakan pelanggaran etik bagi perwira tinggi.
Penutup: Publik Menanti Kejelasan Resmi
Hingga saat ini, publik masih menunggu klarifikasi resmi dari Polri mengenai status final Brigjen Pol Hendra Kurniawan. Kejelasan ini diperlukan untuk mengakhiri spekulasi dan memberikan gambaran utuh mengenai tindak lanjut kasus yang menyeret eks Karopaminal Divpropam tersebut.








