MataBerita – Sidang perdata yang melibatkan Gibran Rakabuming Raka dan Subhan Palal kembali menjadi sorotan publik. Agenda persidangan yang seharusnya berjalan pada Senin (20/10/2025) harus kembali ditunda. Penundaan ini bukan tanpa alasan — ada keberatan serius yang dilayangkan penggugat terkait kehadiran kuasa hukum tambahan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Tergugat II.
Bukan kali pertama sidang ini mengalami penundaan. Sejak awal, kasus ini memang menyita perhatian karena menyangkut keabsahan riwayat pendidikan Gibran, yang menjadi salah satu syarat pencalonannya sebagai wakil presiden. Publik pun menaruh perhatian besar terhadap bagaimana proses hukum ini akan bergulir.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Subhan menyampaikan keberatannya secara terbuka. Ia menilai langkah KPU menunjuk kuasa hukum tambahan dari jaksa pengacara negara tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dari sinilah keputusan majelis hakim untuk menunda sidang pun diambil.
Keberatan Penggugat Jadi Alasan Sidang Ditunda
Subhan Palal menyampaikan keberatan terhadap penunjukan kuasa hukum baru oleh KPU. Ia menilai langkah itu melanggar ketentuan hukum yang tertuang dalam Pasal 1816 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
“KPU mengangkat kuasa baru dari jaksa pengacara negara. Saya keberatan kalau kuasanya dilakukan dua-dua,” ujar Subhan usai sidang.
Pasal tersebut menegaskan bahwa penerima kuasa tidak boleh bertindak melebihi kewenangannya, kecuali ada pengesahan dari pemberi kuasa. Artinya, jika KPU sudah menunjuk satu kuasa hukum, maka penunjukan kuasa baru seharusnya disertai dengan pencabutan kuasa yang lama.
“Kalau KPU sudah menunjuk kuasa, lalu menunjuk kejaksaan juga, maka menurut hukum acara, kuasa yang lama harus ditarik,” tegas Subhan.
Hakim Putuskan Sidang Dilanjut Pekan Depan
Menanggapi keberatan itu, majelis hakim memutuskan untuk menunda sidang hingga pekan depan. Hakim menilai keberatan penggugat perlu diperiksa secara lebih cermat sebelum perkara pokok dilanjutkan.
Penundaan ini juga memberi waktu bagi pihak tergugat — baik Gibran maupun KPU — untuk merapikan keabsahan kuasa hukum yang mereka tunjuk. Majelis hakim ingin memastikan seluruh proses berjalan sesuai koridor hukum acara perdata.
Mediasi Gagal, Perkara Lanjut ke Pokok Gugatan
Sebelumnya, kedua belah pihak sempat menjalani proses mediasi yang difasilitasi pengadilan. Namun, upaya damai itu kandas di tengah jalan. Subhan mengajukan permintaan yang cukup berat, yakni agar Gibran dan jajaran pimpinan KPU mengundurkan diri dari jabatannya — sebuah permintaan yang tak dipenuhi pihak tergugat.
Karena mediasi gagal, perkara pun berlanjut ke pokok gugatan. Subhan menuntut agar Gibran dan KPU dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum dan meminta ganti rugi imateriil yang nilainya fantastis — mencapai Rp125 triliun.
Dugaan Ketidaksesuaian Riwayat Pendidikan Jadi Dasar Gugatan
Inti gugatan ini berawal dari dugaan ketidaksesuaian dalam riwayat pendidikan Gibran. Subhan menilai, informasi pendidikan yang digunakan sebagai syarat pencalonan wakil presiden tidak memenuhi ketentuan hukum secara sah.
Berdasarkan data resmi KPU RI, Gibran tercatat menempuh pendidikan di Orchid Park Secondary School Singapura (2002–2004) dan UTS Insearch Sydney Australia (2004–2007). Keduanya dikategorikan sebagai jenjang setara SMA. Namun, Subhan mempertanyakan validitas dan kesesuaian dokumen tersebut dengan persyaratan formal di Indonesia.
Dampak Politik dan Publikasi Kasus Ini
Kasus ini tak sekadar persoalan hukum biasa. Mengingat posisi Gibran sebagai wakil presiden, setiap perkembangan sidang ini menjadi perhatian luas masyarakat. Banyak pengamat menilai, bagaimana sidang ini berakhir bisa menjadi preseden bagi tata cara verifikasi administratif calon pejabat publik ke depan.
Bukan hanya itu, tekanan publik terhadap KPU juga meningkat. Lembaga ini dituntut transparan dan konsisten dalam menerapkan aturan agar kepercayaan publik terhadap proses pemilu tidak luntur.
Apa Selanjutnya?
Sidang lanjutan dijadwalkan digelar pekan depan dengan agenda pemeriksaan keabsahan kuasa hukum dan pembahasan pokok perkara. Jika keberatan Subhan dikabulkan, ada kemungkinan formasi kuasa hukum tergugat harus diubah — atau bahkan terjadi penundaan sidang lanjutan.
Publik kini menantikan bagaimana arah putusan hakim dan respons dari pihak Gibran serta KPU terhadap dinamika terbaru dalam kasus ini.
Kesimpulan
Kasus gugatan perdata antara Subhan Palal melawan Gibran dan KPU membuka perdebatan lebih luas tentang keabsahan dokumen pencalonan pejabat negara. Bukan hanya persoalan formalitas, tapi juga menyangkut integritas dan kredibilitas lembaga negara.
Apapun hasil akhirnya, kasus ini menjadi cermin penting bagaimana hukum, politik, dan kepercayaan publik saling berkaitan erat. Sidang berikutnya diperkirakan akan menjadi momentum penting dalam menentukan arah penyelesaian perkara ini.