MataBerita – PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) kembali menegaskan arah strateginya di tengah maraknya proyek energi berbasis sampah (PLTSa) yang digarap Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Perusahaan energi yang dikenal agresif melakukan ekspansi ini memastikan tidak terlibat dalam proyek tersebut, termasuk dalam penerbitan Patriot Bonds senilai Rp50 triliun yang digunakan untuk pembiayaannya.
Langkah ini menandakan fokus TBS Energi Utama untuk memperkuat portofolio bisnis di kawasan regional. Alih-alih terjun ke proyek PLTSa dalam negeri, perusahaan memilih menajamkan pengalaman dan kapabilitas di pasar luar negeri yang dinilai lebih prospektif.
Di tengah tren energi hijau dan pengelolaan limbah berkelanjutan, keputusan ini pun menarik perhatian publik. Apa alasan TBS Energi Utama mengambil langkah berbeda dari kebanyakan pemain energi di Tanah Air? Yuk, kita bahas lebih dalam.
TBS Energi Utama Pastikan Tak Ikut Proyek PLTSa Danantara
Direktur TBS Energi Utama, Juli Oktarina, menegaskan bahwa proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang tengah disiapkan Danantara belum menjadi fokus utama perusahaan. Menurutnya, saat ini TBS masih memprioritaskan proyek energi yang sudah berjalan dan tengah dikembangkan di wilayah regional.
“Untuk proyek Danantara Waste to Energy (WtE) itu belum menjadi prioritas kami, karena kami fokus terlebih dahulu pada proyek-proyek yang sudah ada di depan dan di regional,” jelas Juli dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Dengan kata lain, TBS Energi Utama belum melihat urgensi untuk ikut serta dalam proyek ini, terutama karena perusahaan sedang menata strategi jangka panjang yang lebih mengarah ke pasar luar negeri.
Sekilas Tentang Proyek PLTSa dan Patriot Bonds Danantara
BPI Danantara berencana membuka lelang proyek PLTSa pada awal November 2025 sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025 yang baru ditandatangani Presiden Prabowo Subianto. Beleid ini memperbarui Perpres Nomor 35 Tahun 2018 yang menjadi dasar pengembangan teknologi waste-to-energy di Indonesia.
Proyek PLTSa ini diharapkan menjadi salah satu solusi nasional dalam mengurangi ketergantungan pada tempat pembuangan akhir (TPA) konvensional sekaligus memperkuat bauran energi terbarukan di Tanah Air.
Selain itu, Danantara juga menerbitkan Patriot Bonds senilai Rp50 triliun sebagai skema pembiayaan untuk lebih dari 30 proyek PSEL (Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik) di berbagai wilayah Indonesia. Namun, TBS Energi Utama menegaskan tidak terlibat sedikit pun dalam penerbitan obligasi tersebut.
“Untuk Patriot Bonds, kami juga tidak ikut. Kalau pun ikut, pasti sudah kami sampaikan dalam keterbukaan informasi. Tidak mungkin kami menutupi hal itu,” tegas Juli.
Fokus pada Proyek Energi Hijau di Luar Negeri
Sementara banyak perusahaan tengah mengincar proyek waste-to-energy di dalam negeri, TBS Energi Utama justru memilih memperkuat basis bisnisnya di luar Indonesia.
Menurut Nafi Achmad Sentausa, Head of Corporate Strategy & Investor Relations TBS Energi Utama, perusahaan sudah lama memperhatikan peluang di sektor pengelolaan sampah sejak Perpres 35/2018 diterbitkan. Namun, langkah konkret baru diambil pada 2023, saat TBS mulai masuk ke pasar Singapura.
“TBS sudah mulai melihat bisnis pengelolaan sampah sejak 2018, tapi baru di 2023 kami mulai masuk ke Singapura karena eksekusi di dalam negeri belum memungkinkan,” ujarnya.
Perjalanan ekspansi TBS terus berlanjut hingga 2025, saat perusahaan menyelesaikan akuisisi KORA Environment, perusahaan pengelolaan sampah domestik asal Singapura. Langkah ini memperkuat posisi TBS di industri energi hijau dan pengelolaan limbah di tingkat regional.
Peluang Lebih Menarik di Asia Tenggara
Melihat potensi yang besar di kawasan Asia Tenggara, TBS kini memilih fokus pada pengembangan bisnis di negara-negara seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Menurut Nafi, wilayah tersebut menawarkan peluang pengembalian investasi (return) yang menarik sekaligus sesuai dengan keahlian dan kapabilitas perusahaan.
“Kami melihat banyak peluang menarik di Thailand, Vietnam, dan Malaysia yang sesuai dengan kemampuan kami. Fokus utama kami saat ini lebih outward looking,” jelasnya.
Strategi ini bukan berarti TBS menutup peluang untuk kembali berkontribusi di Indonesia. Sebaliknya, perusahaan tengah mengumpulkan pengalaman dan expertise yang nantinya bisa diterapkan untuk proyek-proyek energi hijau di dalam negeri.
“Kami ingin memperdalam pengalaman dan kapabilitas agar nanti bisa berkontribusi lebih besar untuk pembangunan energi berkelanjutan di Indonesia,” lanjut Nafi.
Arah Strategis TBS Energi Utama ke Depan
Dengan langkah strategis ini, TBS Energi Utama menunjukkan pendekatan bisnis yang lebih matang dan berorientasi jangka panjang. Fokus ekspansi regional bukan sekadar mengejar keuntungan, tetapi juga membangun kompetensi global dalam pengelolaan energi bersih dan limbah berkelanjutan.
Perusahaan percaya bahwa dengan memperkuat fondasi di luar negeri, mereka bisa membawa pulang teknologi, pengalaman, dan strategi yang lebih siap untuk mendukung transformasi energi Indonesia di masa depan.
Keputusan untuk tidak terlibat dalam proyek PLTSa Danantara atau penerbitan Patriot Bonds pun menjadi bagian dari strategi prioritas: menumbuhkan kekuatan dari luar sebelum kembali memperkuat sektor energi nasional.
Penutup
Langkah TBS Energi Utama memperluas bisnisnya ke luar negeri sekaligus menegaskan visi jangka panjang mereka dalam industri energi hijau. Dengan fokus pada pengembangan regional dan penguatan kapabilitas, TBS menunjukkan bahwa transformasi menuju energi bersih tidak selalu harus dimulai dari dalam negeri, tetapi bisa dibangun lewat pengalaman global.
Ke depan, publik menantikan bagaimana perusahaan ini akan berkontribusi lebih besar terhadap upaya Indonesia menuju masa depan energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.








