UMP 2026 Masih Abu-abu, Buruh Cemas, Pengusaha Soroti Ketidakpastian Kebijakan

MataBerita – Menjelang tutup tahun 2025, isu penetapan UMP 2026 kembali menjadi sorotan nasional. Hingga pertengahan Desember, pemerintah belum juga mengumumkan formula resmi maupun besaran kenaikan upah

Redaksi

UMP 2026
UMP 2026

MataBerita – Menjelang tutup tahun 2025, isu penetapan UMP 2026 kembali menjadi sorotan nasional. Hingga pertengahan Desember, pemerintah belum juga mengumumkan formula resmi maupun besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) untuk tahun depan. Situasi ini memicu keresahan di kalangan pekerja sekaligus menyisakan tanda tanya besar bagi dunia usaha.

Di satu sisi, buruh berharap pemerintah tetap berpihak pada peningkatan daya beli pekerja, apalagi tekanan biaya hidup terus meningkat. Di sisi lain, pengusaha mengeluhkan pola ketidakpastian regulasi upah minimum yang berulang setiap tahun dan menyulitkan perencanaan bisnis jangka menengah hingga panjang.

Di tengah tarik-menarik kepentingan tersebut, Presiden Prabowo Subianto disebut akan kembali turun tangan langsung dalam penentuan kebijakan UMP 2026, sebagaimana yang dilakukan pada penetapan upah minimum tahun sebelumnya. Keterlibatan presiden ini dinilai krusial karena isu upah minimum selalu berdampak luas terhadap stabilitas sosial dan ekonomi nasional.

UMP 2026 Belum Ditetapkan, Buruh Mulai Resah

Hingga pekan kedua Desember 2025, pemerintah belum merilis formula resmi kenaikan UMP 2026. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran di kalangan serikat pekerja, terutama karena penetapan upah minimum biasanya menjadi acuan penting menjelang akhir tahun.

Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) AGN, Andi Gani Nena Wea, mengungkapkan bahwa kalangan buruh berharap kenaikan upah minimum tahun depan setidaknya setara dengan kenaikan UMP 2025 yang mencapai 6,5 persen secara nasional.

Namun, harapan tersebut mulai diiringi kekhawatiran. Andi Gani menyebut adanya informasi yang mengindikasikan kenaikan UMP 2026 berpotensi lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

“Bocoran dua hari yang lalu dari sumber yang sangat terpercaya dan saya sudah berhitung. Memang secara kalkulasi, upahnya menurun,” ujar Andi Gani di Jakarta, dikutip dari Bisnis, Senin (15/12/2025).

Baca Juga:  Berapa Persentase Kenaikan Gaji PNS Di Tahun 2026 ? Ini Jawaban Kantor Purbaya

Pernyataan ini langsung memicu diskusi luas di kalangan buruh, terutama di daerah dengan biaya hidup tinggi seperti Jabodetabek dan kawasan industri besar.

Pemerintah Klaim Survei KHL Sudah Rampung

Di sisi pemerintah, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyampaikan bahwa survei kebutuhan hidup layak (KHL) minimal di setiap provinsi telah dirampungkan. Survei KHL menjadi salah satu komponen penting dalam penentuan upah minimum, selain pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Meski demikian, belum adanya pengumuman resmi mengenai formula dan besaran kenaikan membuat hasil survei tersebut belum memberikan kepastian bagi pekerja maupun pengusaha. Banyak pihak menilai keterlambatan ini berpotensi menimbulkan spekulasi dan keresahan sosial jika tidak segera direspons dengan komunikasi publik yang jelas.

Presiden Prabowo Disebut Turun Tangan Tentukan UMP 2026

Isu UMP 2026 mendapat perhatian langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa presiden akan terlibat langsung dalam penentuan kebijakan upah minimum tahun depan.

Pernyataan tersebut disampaikan Dasco saat menghadiri Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) KSPSI AGN di Jakarta, Kamis (4/12/2025).

“Presiden bilang, soal upah serahkan kepada saya. Nanti saya rundingkan seperti tahun lalu,” kata Dasco menirukan ucapan Prabowo, sebagaimana dikutip dari siaran pers KSPSI, Jumat (5/12/2025).

Menurut Dasco, isu upah minimum menjadi perhatian utama presiden karena menyangkut kesejahteraan jutaan pekerja sekaligus keberlangsungan dunia usaha.

Rekam Jejak Penetapan UMP 2025 Jadi Rujukan

Dasco juga menyinggung rekam jejak Presiden Prabowo dalam penetapan UMP 2025. Saat itu, pemerintah memutuskan kenaikan UMP sebesar 6,5 persen secara nasional, lebih tinggi dari usulan awal Kementerian Ketenagakerjaan.

“Kita sama-sama ingat, dulu Menaker mintanya sekian, tapi Presiden bilang sekian saja. Itu contoh bagaimana beliau memediasi,” ujar Dasco.

Kebijakan tersebut dinilai sebagai bentuk diskresi presiden untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan buruh dan pengusaha. Banyak serikat pekerja berharap pendekatan serupa kembali diterapkan dalam penentuan UMP 2026.

Pengusaha Soroti Ketidakpastian Regulasi Upah

Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti persoalan klasik yang terus berulang setiap tahun, yakni ketidakpastian regulasi upah minimum.

Baca Juga:  Kalender Libur dan Tanggal Merah November 2025: Cek Jadwal Resmi & Cuti Bersama

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, menyatakan bahwa pihaknya akan mengikuti kebijakan pemerintah terkait UMP 2026, meskipun hingga pekan kedua Desember belum ada sosialisasi resmi.

“Hal yang kami inginkan agar regulasi itu nanti bisa lebih sustain sehingga kami dapat merencanakan bisnis dengan lebih baik lagi,” ungkap Bob Azam dalam Konferensi Pers Apindo Economic Outlook 2026, Selasa (9/12/2025).

Menurut Apindo, kepastian regulasi sangat penting bagi dunia usaha, terutama dalam menyusun anggaran, strategi ekspansi, hingga menjaga iklim investasi tetap kondusif.

Dampak Ketidakpastian UMP 2026 bagi Ekonomi

Ketidakpastian penetapan UMP 2026 dinilai berpotensi berdampak luas. Bagi pekerja, keterlambatan pengumuman upah minimum memicu kecemasan terkait daya beli di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok.

Sementara bagi pengusaha, situasi ini menyulitkan perencanaan biaya produksi dan tenaga kerja, terutama di sektor padat karya. Kondisi tersebut menjadi semakin kompleks di tengah perlambatan ekonomi global yang masih berlangsung.

Sejumlah pengamat ketenagakerjaan menilai pemerintah perlu segera memberikan kepastian kebijakan agar tidak memicu gejolak sosial maupun gangguan aktivitas ekonomi di awal 2026.

Simulasi UMP 2026 Jika Naik 3 Persen

Sebagai gambaran, berikut simulasi UMP 2026 di sejumlah provinsi jika kenaikan ditetapkan sebesar 3 persen.

DKI Jakarta dari Rp5.396.761 menjadi Rp5.558.664
Papua dari Rp4.285.850 menjadi Rp4.414.426
Sulawesi Selatan dari Rp3.657.527 menjadi Rp3.767.253
Kepulauan Riau dari Rp3.623.654 menjadi Rp3.732.364
Bangka Belitung dari Rp3.876.600 menjadi Rp3.732.363
Kalimantan Utara dari Rp3.580.160 menjadi Rp3.687.565
Kalimantan Timur dari Rp3.579.314 menjadi Rp3.686.693
Kalimantan Selatan dari Rp3.496.194 menjadi Rp3.601.080
Kalimantan Barat dari Rp3.473.621 menjadi Rp3.577.830
Sulawesi Tenggara dari Rp2.073.551 menjadi Rp3.165.758

Simulasi UMK 2026 Tertinggi Jika Naik 3 Persen

Kota Bekasi dari Rp5.690.752 menjadi Rp5.861.475
Kabupaten Karawang dari Rp5.599.593 menjadi Rp5.767.581
Kabupaten Bekasi dari Rp5.558.515 menjadi Rp5.725.271
DKI Jakarta dari Rp5.397.761 menjadi Rp5.558.664
Kota Depok dari Rp5.195.721 menjadi Rp5.351.593
Kota Cilegon dari Rp5.128.084 menjadi Rp5.281.927
Kota Bogor dari Rp5.126.897 menjadi Rp5.280.704
Kota Tangerang dari Rp5.069.708 menjadi Rp5.221.799
Kota Surabaya dari Rp5.032.635 menjadi Rp5.183.618
Kabupaten Mimika dari Rp5.005.678 menjadi Rp5.155.848

Menunggu Keputusan Final UMP 2026

Hingga kini, publik masih menunggu keputusan resmi pemerintah terkait UMP 2026. Keterlibatan langsung Presiden Prabowo diharapkan mampu menghasilkan kebijakan yang adil, berimbang, dan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional secara menyeluruh.

Keputusan tersebut bukan hanya soal angka, tetapi juga menyangkut kepercayaan publik, stabilitas hubungan industrial, serta arah kebijakan ketenagakerjaan Indonesia ke depan.

Ikuti Kami di Google News

Related Post